Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Presiden Suriah Bashar Al-Assad pada Senin 16 Desember lalu mengeluarkan pernyataan publik pertama sejak meninggalkan Damaskus pada 8 Desember 2024.
Dalam pernyataannya, Al-Assad menjelaskan secara rinci momen-momen kekacauan yang memicu pelariannya ke Rusia, Selasa 17 Desember 2024.
Pernyataan tersebut, yang dibagikan melalui akun Telegram milik Kepresidenan Suriah, membahas berbagai rumor terkait pelarian Al-Assad dan runtuhnya pemerintahannya setelah lebih dari 13 tahun konflik sipil.
Al-Assad menegaskan bahwa pelariannya bukanlah keputusan yang telah direncanakan sebelumnya. Dia tetap berada di Damaskus hingga 8 Desember dini hari, menjalankan tanggung jawabnya.
Baca Juga: Kremlin Konfirmasi Bashar al-Assad dan Keluarganya Mendapat Suaka di Rusia
Namun, ketika kelompok-kelompok militan mulai memasuki ibu kota, dia berkoordinasi dengan "sahabat-sahabat Rusia" untuk mengungsi ke Latakia, sebuah provinsi pesisir di Suriah, dengan tujuan untuk terus memimpin operasi militer dari sana.
Setibanya di Pangkalan Udara Hmeimim yang dikelola Rusia, Al-Assad menyadari bahwa semua posisi militer Suriah yang tersisa telah lumpuh, dan pasukan darat mundur dari garis depan.
Dalam pernyataan tersebut, Al-Assad juga menyebutkan bahwa situasi semakin memburuk dan pangkalan Rusia itu sendiri mengalami serangan drone. Sebagai hasilnya, Moskow segera mengatur evakuasi Al-Assad ke Rusia pada malam 8 Desember.
Damaskus, Suriah. Pada 8 Desember 2024, kelompok oposisi bersenjata Suriah berhasil merebut kendali penuh atas Damaskus, mengakhiri kekuasaan Bashar al-Assad.
Al-Assad mengungkapkan bahwa gagasan untuk meminta suaka atau mundur dari jabatannya tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Ia menegaskan bahwa satu-satunya pilihan baginya sebelumnya adalah untuk terus berjuang.
Baca Juga: Israel Lancarkan Serangan Udara ke Suriah di Tengah Jatuhnya Bashar al-Assad
Selain itu, Al-Assad membantah segala anggapan yang menyebutkan bahwa ia meninggalkan rakyat Suriah, dan menekankan bahwa selama perang, ia telah menolak berbagai "kesepakatan dan godaan" yang datang kepadanya.
Al-Assad menyatakan bahwa ia tetap berada di Damaskus bersama keluarganya, bahkan selama masa-masa terburuk dalam konflik, dan terus menghadapi ancaman dari serangan kelompok militan yang bergerak maju selama lebih dari 13 tahun.
Presiden yang digulingkan tersebut menggambarkan dirinya sebagai pemimpin yang tidak pernah menginginkan kekuasaan pribadi, melainkan memandang perannya sebagai bagian dari proyek nasional yang didukung oleh rakyat Suriah.
Baca Juga: Rusia Minta Rapat Darurat ke PBB Usai Bashar al-Assad Dijatuhkan
Dengan jatuhnya Suriah ke tangan pihak yang ia sebut sebagai teroris, serta ketidakmampuannya untuk melayani masyarakat, Al-Assad menyebut posisi presiden menjadi "tidak bermakna".
Meski demikian, ia menegaskan bahwa identitas nasional dan kesetiaannya kepada Suriah tetap teguh. Al-Assad juga berharap suatu saat negara itu akan kembali meraih kebebasan dan kemerdekaannya.
Aliansi militan yang dipimpin oleh kelompok Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) melancarkan serangan besar-besaran dari Suriah utara pada 27 November. Sejak saat itu, aliansi tersebut bergerak ke selatan, melewati daerah-daerah yang dikuasai pemerintahan Al-Assad. Setelah menguasai sejumlah wilayah, termasuk Damaskus, ibu kota Suriah, aliansi itu mendeklarasikan berakhirnya kekuasaan Al-Assad pada 8 Desember 2024.
(Sumber Antara)