Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah Indonesia akhirnya memulangkan Mary Jane Veloso, seorang tenaga kerja migran asal Filipina yang telah lama menghadapi hukuman berat akibat dugaan keterlibatannya dalam kasus narkotika.
Langkah ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM, yang menilai keputusan ini sebagai titik balik dalam upaya perlindungan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM, Komnas HAM, Anis Hidayah, mengungkapkan bahwa kasus Mary Jane telah menjadi perhatian sejak lama, bahkan sejak tahun 2010.
“Pemulngan mary jane, pertama tentu kami ingin mengapresiasi pemerintah karena kasus ini berproses cukup lama ya di Indonesia sejak tahun 2010. Banyak upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari organisasi masyarakat sipil, Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga pemerintah. Kami telah memantau kasus ini sejak 2015, melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait, dan bahkan mendatangi Mary Jane di lapas,” ungkap Anis, dalam agenda Media Briefing Catatan Komnas HAM: Situasi HAM di Papua, di Kantor Komnas HAM, Rabu, 18 Desember 2024.
Baca Juga: Sebelum Dipulangkan ke Filipina, Mary Jane Nyanyi Indonesia Raya
Selama bertahun-tahun, Komnas HAM juga menjalin koordinasi dengan Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM, Kantor Staf Presiden (KSP), serta kementerian terkait lainnya untuk mencari solusi bagi kasus ini.
Anis Hidayah menegaskan bahwa ada indikasi kuat Mary Jane merupakan korban TPPO.
“Sayangnya, aspek TPPO ini sama sekali tidak disebut dalam proses pengadilan di Indonesia, baik di tingkat pertama hingga tingkat akhir,” ujar Anis.
Hal ini melemahkan posisi Mary Jane sebagai korban yang seharusnya mendapat perlindungan berdasarkan prinsip non-punishment.
Prinsip non-punishment atau prinsip tanpa penghukuman menyatakan bahwa korban TPPO yang terpaksa melakukan tindak pidana akibat eksploitasi tidak boleh dijatuhi hukuman. Namun, tanpa pengakuan atas status Mary Jane sebagai korban TPPO, prinsip ini sulit diterapkan dalam kasusnya.
Komnas HAM sebelumnya mendorong berbagai langkah untuk memberikan keadilan bagi Mary Jane, termasuk melalui pemberian grasi oleh Presiden. Namun, permohonan tersebut tidak membuahkan hasil.
“Pemulangan Mary Jane kali ini merupakan langkah signifikan, meski masih banyak yang harus dibenahi dalam sistem hukum kita untuk melindungi korban TPPO,” tambah Anis.
Baca Juga: Terpidana Mati Kasus Narkoba Mary Jane Dipulangkan ke Filipina
Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai melihat kasus Mary Jane dari perspektif yang lebih luas, yaitu sebagai korban TPPO alih-alih pelaku tindak pidana narkotika. Namun, Anis mengingatkan bahwa langkah ini harus diikuti dengan perbaikan sistem hukum yang memastikan prinsip non-punishment diterapkan dalam kasus serupa di masa depan.
Pemulangan Mary Jane menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap korban TPPO memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berperspektif HAM. Koordinasi antara lembaga negara, masyarakat sipil, dan organisasi internasional harus terus diperkuat untuk memastikan tidak ada lagi korban yang dihukum karena keadaan yang memaksa mereka melakukan tindak pidana.
“Kita perlu memastikan bahwa kasus Mary Jane menjadi pelajaran penting bagi kita semua untuk melindungi korban TPPO dan memperbaiki kebijakan yang selama ini kurang berpihak kepada mereka,” tutup Anis Hidayah.
Dengan langkah ini, diharapkan Indonesia semakin tegas dalam menangani kasus TPPO dan melindungi korban yang terjebak dalam jaringan eksploitasi. Pemulangan Mary Jane bukan hanya akhir dari penderitaannya, tetapi juga awal dari babak baru perlindungan HAM di Indonesia.