Ntvnews.id, Jakarta - Bagi sebagian besar pria, ukuran alat vital sering dikaitkan dengan konsep kejantanan, sehingga banyak yang memilih menjalani prosedur tertentu untuk memperbesarnya.
Salah satu contoh terjadi pada seorang pria di Italia yang memutuskan menjalani operasi untuk memperbesar kelaminnya demi meningkatkan "kejantanan". Namun, prosedur ini justru berakhir dengan hasil tragis, menyebabkan pria tersebut mengalami impotensi.
Menurut laporan dari Oddity Central, Sabtu, 21 Desember 2024, pria berusia 40 tahun itu menghabiskan 5 ribu euro atau sekitar Rp 85 juta untuk menjalani prosedur pembesaran penis. Namun, satu bulan setelah operasi, ia menghubungi dokter dan mengeluhkan ketidaknyamanan yang dirasakannya.
Baca Juga: Alat Vital Seorang Pria Diamputasi Gegara Hal ‘Konyol’ Ini
Berdasarkan dokumen pengadilan yang dilaporkan oleh media Italia, pria ini menjalani dua kali prosedur lipofilling, di mana lemak dari berbagai bagian tubuhnya dipindahkan ke penis untuk memperbaiki bentuk dan ukurannya. Sayangnya, hasil dari prosedur tersebut tidak sesuai harapan, karena alat kelaminnya gagal mempertahankan bentuk dan volume yang diinginkan.
Surat kabar Italia La Repubblica edisi Florentine melaporkan bahwa pria tersebut mencoba beberapa prosedur tambahan untuk memperbaiki kondisi kelaminnya yang rusak.
Namun, upaya ini justru memperparah keadaan. Para ahli yang memberikan pendapat dalam dokumen pengadilan menyebutkan bahwa prosedur yang dijalani pria itu sebenarnya sudah dilarang.
Setelah menjalani total 12 kali operasi, pria tersebut akhirnya mengalami cacat pada penisnya yang membuatnya tidak dapat berfungsi. Akibatnya, ia memutuskan untuk mengajukan gugatan terhadap dokter yang menangani operasinya.
Baca Juga: Alat Vital Guru Wanita Ditendang Pria Pelatih Renang, Korban Pingsan-Jatuh ke Kolam
Di pengadilan, dokter yang digugat mengklaim bahwa pasien awalnya merasa puas dengan hasil prosedur tersebut, bahkan mengirimkan video sebagai bukti. Selain itu, pasien telah menandatangani formulir persetujuan sebelum operasi dilakukan.
Namun, pengadilan di Pistoia menolak pembelaan dokter tersebut dengan alasan bahwa pasien "tidak sepenuhnya memahami risiko fisik yang dihadapinya". Pengadilan juga menegaskan bahwa kepuasan estetika pasien tidak relevan karena "tugas tenaga kesehatan adalah mengevaluasi keberhasilan prosedur secara profesional".
Dua klinik yang terlibat dalam kasus ini mencoba menghindari tanggung jawab dengan menyatakan bahwa mereka hanya menyediakan fasilitas bagi dokter tersebut. Namun, hakim memutuskan bahwa kedua klinik ikut bertanggung jawab karena mendapat keuntungan dari pekerjaan dokter tersebut.