Bolehkah Umat Muslim Ucapkan Selamat Hari Raya Natal? Ini Pandangan Buya Yahya

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 25 Des 2024, 05:00
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Buya Yahya Buya Yahya (Tangkapan Layar: YouTube)

Ntvnews.id, Jakarta - Umat Kristiani merayakan Natal setiap tahun pada tanggal 25 Desember untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus. Biasanya, perayaan ini dimulai sejak malam sebelumnya, yaitu pada tanggal 24 Desember.

Natal bukan merupakan hari raya bagi umat Islam, sehingga setiap tahunnya muncul perdebatan mengenai hukum mengucapkan selamat Natal. Pertanyaan utamanya adalah, apakah memberi ucapan selamat Natal diperbolehkan dalam Islam atau tidak?

Buya Yahya menerima pertanyaan hukum mengucapkan selamat hari raya Natal dari jemaahnya. Dia ajak jemaahnya untuk memahami konsep toleransi secara lebih mendalam. Menurut Buya, Islam sebenarnya tidak mengenal istilah toleransi, tetapi lebih menekankan pada kewajiban.

“Kalimat toleransi itu begini sebetulnya, ‘Anda sebetulnya gak boleh masuk ke sini karena Anda bukan pegawai sini. Ya karena satu hal jadi boleh.’ Enak gak? Gak enak. Itu toleransi, itu sebetulnya Anda gak boleh masuk karena satu hal jadi boleh,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV.

Ilustrasi Pohon Natal <b>(Pixabay)</b> Ilustrasi Pohon Natal (Pixabay)

“Tapi dalam Islam gak ada toleransi, adanya kewajiban. Misalnya, tetangga sakit kita wajib ngasih bukan irama toleransi. Tetangga Nasrani yang sakit wajib kita kasih makan, kita kasih obat. Kalau tetangga Nasrani lapar kita wajib ngasih makanan,” jelas Buya Yahya.

“Jadi bukan toleransi (tapi) kewajiban. Yang ada dalam Islam lebih tinggi (derajatnya) dari toleransi, tapi kewajiban,” tambahnya.

Namun, Buya Yahya juga menyoroti bahwa banyak orang telah terbiasa menggunakan istilah toleransi. Di Indonesia, istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan sikap menghargai perbedaan. Menurut Buya Yahya, toleransi tidak seharusnya bersifat memaksa. 

“Toleransi itu jangan paksa orang lain untuk ikuti kamu, itulah toleransi. Kita harus paham makna toleransi. Jadi gara-gara salah memaknai toleransi, salah (juga) dalam penerapannya,” ujarnya.

Buya Yahya <b>(Tangkapan Layar: YouTube)</b> Buya Yahya (Tangkapan Layar: YouTube)

Sebagai contoh, Buya menjelaskan bahwa saat seorang Muslim merayakan Idul Fitri, ia tak boleh memaksa karyawan yang beragama Nasrani mengucapkan selamat Idul Fitri. Contoh lain memaksa seseorang Nasrani untuk ikut pengajian karena bekerja di wilayah mayoritas Muslim.

“Jadi toleransi itu jangan dipaksa dia untuk ikut. Dan ingat, Anda pun gak boleh maksa kaum minoritas ikuti Anda dalam urusan keagamaan,” katanya.

Buya Yahya juga menyampaikan bahwa seorang Muslim tidak perlu merasa kecewa jika tetangga yang Nasrani tidak mengucapkan selamat di hari raya Islam. Umat Muslim juga tidak diperkenankan memaksa mereka untuk memberikan ucapan atau mengikuti acara keagamaan.

“Begitu juga apalagi di sini kaum mayoritas. Jangan paksa orang Islam mengucapkan selamat Natal, kalau Anda paksa berarti tidak ngerti toleransi. Ini kan urusan agama saya,” ujar Buya Yahya.

x|close