Ntvnews.id, Jakarta - Tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya didakwa menerima gratifikasi berupa uang dalam mata uang rupiah dan asing terkait dengan kasus dugaan suap dan gratifikasi atas vonis bebas terpidana Ronald Tannur pada 2024.
Ketiga terdakwa tersebut adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Gratifikasi yang diterima ini terpisah dari suap yang sebelumnya diterima dalam perkara Ronald Tannur, yang berjumlah Rp4,67 miliar.
Baca Juga: Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bahwa Erintuah menerima gratifikasi berupa uang tunai yang terdiri dari Rp97,5 juta, 32 ribu dolar Singapura, dan 35.992,25 ringgit Malaysia. Uang tersebut disimpan di rumah dan apartemennya. Heru menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai senilai Rp104,5 juta, 18.400 dolar Singapura, 19.100 dolar Amerika Serikat (AS), 100 ribu yen Jepang, 6.000 euro, dan 21.715 riyal Saudi. Uang tersebut disimpan di kotak penyimpanan aman (safe deposit box, SDB) Bank Mandiri Kantor Cabang Cikini Jakarta Pusat serta rumahnya. Sementara itu, Mangapul menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp21,4 juta, 2.000 dolar AS, dan 6.000 dolar Singapura, yang disimpan di apartemennya. JPU menjelaskan bahwa para terdakwa tidak melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jangka waktu 30 hari setelah penerimaan. Selain itu, mereka juga tidak melaporkan harta kekayaan berupa uang tunai tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Baca Juga: PN Jaksel Tolak Gugatan Praperadilan Heru Hanindyo Tersangka Suap Ronald Tannur "Padahal penerimaan tersebut tanpa alas hak yang sah menurut hukum," ungkap JPU menegaskan. Selain menerima gratifikasi, ketiga hakim nonaktif itu juga didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji senilai Rp4,67 miliar dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemberian putusan bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024. Tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa diatur dalam Pasal 12 huruf c, Pasal 6 Ayat (2), Pasal 5 Ayat (2), dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. "Gratifikasi yang diterima dianggap sebagai pemberian suap yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya yaitu selaku hakim," ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Bagus Kusuma Wardhana, Selasa 24 Desember 2024. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bahwa Erintuah menerima gratifikasi berupa uang tunai yang terdiri dari Rp97,5 juta, 32 ribu dolar Singapura, dan 35.992,25 ringgit Malaysia. Uang tersebut disimpan di rumah dan apartemennya. Heru menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai senilai Rp104,5 juta, 18.400 dolar Singapura, 19.100 dolar Amerika Serikat (AS), 100 ribu yen Jepang, 6.000 euro, dan 21.715 riyal Saudi. Uang tersebut disimpan di kotak penyimpanan aman (safe deposit box, SDB) Bank Mandiri Kantor Cabang Cikini Jakarta Pusat serta rumahnya. Sementara itu, Mangapul menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp21,4 juta, 2.000 dolar AS, dan 6.000 dolar Singapura, yang disimpan di apartemennya. JPU menjelaskan bahwa para terdakwa tidak melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jangka waktu 30 hari setelah penerimaan. Selain itu, mereka juga tidak melaporkan harta kekayaan berupa uang tunai tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Baca Juga: PN Jaksel Tolak Gugatan Praperadilan Heru Hanindyo Tersangka Suap Ronald Tannur "Padahal penerimaan tersebut tanpa alas hak yang sah menurut hukum," ungkap JPU menegaskan. Selain menerima gratifikasi, ketiga hakim nonaktif itu juga didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji senilai Rp4,67 miliar dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemberian putusan bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024. Tindak pidana yang dilakukan oleh para terdakwa diatur dalam Pasal 12 huruf c, Pasal 6 Ayat (2), Pasal 5 Ayat (2), dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Baca Juga: Ketua Majelis Kasasi Setuju Ronald Tannur Dibebaskan, Ini Penjelasan MA Suap yang diduga diterima oleh ketiga hakim tersebut meliputi Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura, yang setara dengan Rp3,67 miliar (dengan kurs Rp11.900). Erintuah, Heru, dan Mangapul diduga mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, melalui penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, bertujuan untuk mempengaruhi pemberian putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum. (Sumber Antara)