Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Hukum (Menkum), Supratman Andi Agtas, menyampaikan permintaan maaf setelah pernyataannya mengenai denda damai untuk koruptor menimbulkan kegaduhan publik. Ia menegaskan bahwa tidak ada maksud untuk menciptakan persepsi yang salah mengenai pengampunan bagi tindak pidana korupsi.
“Kalau pun nanti ada yang salah mengerti dengan apa yang saya ucapkan, saya menyatakan saya mohon maaf. Tetapi sekali lagi, itu hanya contoh atau komparasi terhadap penyelesaian tindak pidana yang terkait dengan merugikan perekonomian negara di bidang tindak pidana ekonomi dengan tindak pidana korupsi,” ujar Supratman dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat, 27 Desember 2024.
Ia menjelaskan bahwa pernyataannya tentang denda damai bertujuan membandingkan mekanisme penyelesaian tindak pidana ekonomi yang merugikan keuangan negara dengan tindak pidana korupsi.
“Saya ingin luruskan menyangkut soal denda damai, yang saya maksudkan itu adalah meng-compare (membandingkan), karena Undang-Undang tindak pidana korupsi ataupun juga Undang-Undang Kejaksaan yang khusus kepada tindak pidana ekonomi, dua-duanya adalah tindak pidana yang merugikan keuangan negara, merugikan perekonomian negara. Karena itu ada ruang yang diberikan dan ini bukan hal baru, terkait dengan proses pengampunan,” kata Supratman.
Ia juga mencontohkan program tax amnesty yang memberikan pengampunan pajak, serta aturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja mengenai denda keterlanjuran untuk pelanggaran di bidang perhutanan, yang memungkinkan penyelesaian di luar pengadilan.
“Jadi itu hanya compare bahwa ada aturan yang mengatur, tetapi bukan berarti presiden akan menempuh itu, sama sekali tidak. Karena bukan domain presiden kalau menyangkut soal denda damai, itu adalah kewenangan yang diberikan kepada Jaksa Agung,” jelasnya.
“Jadi sekali lagi, untuk tindak pidana korupsi itu hanya sebagai pembanding bahwa ada aturan yang mengatur soal itu, penyelesaian suatu tindak pidana di luar peradilan bahwa punya contoh-contohnya,” tambah Supratman.
Baca Juga: Yasonna Ngaku Dapat Informasi Keberadaan Harun Masiku saat Jadi Menkumham
Permintaan maaf dan klarifikasi ini bertujuan meluruskan pernyataan sebelumnya tentang denda damai untuk koruptor, yang berdasarkan payung hukum yang dimiliki pihak Kejaksaan.
“Saya beritahu bahwa apakah memungkinkan? Memungkinkan. Apakah lewat Presiden? Tanpa lewat Presiden pun sekarang memungkinkan. Karena Undang-Undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai terhadap perkara seperti itu,” ujar Supratman, Senin, 23 Desember 2024.
Ia juga menjelaskan bahwa Presiden memiliki hak prerogatif untuk memberikan grasi, amnesti, atau abolisi kepada pelaku tindak pidana, yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang.
“Nah karena itu saya hanya sampaikan bahwa apakah Presiden memiliki dasar untuk itu? Saya katakan iya. Apakah Presiden mau menggunakan itu? Tergantung Presiden. Tapi Undang-Undang Dasar, jangan benturkan antara Undang-Undang dengan Undang-Undang Dasar,” kata Supratman.
Namun, ia menegaskan bahwa hal ini masih sebatas wacana karena aturan turunan yang mengatur pelaksanaannya belum ada.