Harvey Moeis Cuma Dihukum 6,5 Tahun, Prabowo: Jaksa Agung Banding Ya, Harusnya Vonis 50 Tahun

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 30 Des 2024, 16:40
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Presiden Prabowo Subianto. (YouTube) Presiden Prabowo Subianto. (YouTube)

Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyindir kasus yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Sebab, vonis terdakwa dalam kasus itu dinilai terlalu ringan.

Ini dinyatakan Prabowo dalam pengarahannya di acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta Pusat. Secara tiba-tiba, Prabowo menyinggung hakim yang memvonis ringan terdakwa yang merugikan negara ratusan triliun rupiah.

"Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringan lah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi," ujar Prabowo, Senin, 30 Desember 2024.

Kasus yang disinggung Prabowo sendiri, diperkirakan terkait kasus korupsi dengan terdakwa Harvey Moeis. Kasus ini menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun. Namun, Harvey hanya divonis hanya 6,5 tahun penjara.

Menurut Prabowo, rakyat paham bahwa vonis tersebut tak sebanding dengan kerugian yang diderita negara. Prabowo pun khawatir nantinya kondisi penjara yang dihuni ada AC hingga TV.

"Tapi rakyat pun ngerti, rakyat di pinggir jalan ngerti, rampok triliunan, eh ratusan triliun, vonis sekian tahun," papar Prabowo.

Prabowo <b>(Dok: Sekretariat Kepresidenan)</b> Prabowo (Dok: Sekretariat Kepresidenan)

"Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV," sambungnya.

Prabowo lantas memanggil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Adrianto dan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang juga hadir dalam acara itu. Prabowo meminta agar Jaksa Agung banding dalam vonis tersebut. Bila perlu terdakwa divonis 50 tahun.

"Tolong Menteri Pemasyarakatan yah, Jaksa Agung, naik banding nggak? naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira," kata Prabowo.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai tuntutan pidana penjara yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) selama 12 tahun terhadap terdakwa korupsi pengelolaan timah, Harvey Moeis terlalu berat.

Menurut ketua majelis hakim Eko Aryanto, Harvey tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT Refined Bangka Tin (RBT) maupun dengan para pengusaha smelter peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah.

"Jika dibandingkan dengan kesalahan terdakwa sebagaimana kronologis perkara maka majelis hakim berpendapat tuntutan pidana penjara yang diajukan penuntut umum terlalu tinggi dan harus dikurangi," ujar Eko, saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 23 Desember 2024.

Atas itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun dan 6 bulan penjara kepada Harvey, lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum.

Dalam kronologi perkara yang jadi pertimbangan majelis hakim, Eko menyampaikan pada mulanya Harvey terkait dalam bisnis timah berawal dari kondisi PT Timah Tbk yang sedang berusaha untuk meningkatkan produksi timah dan penjualan ekspor timah.

PT Timah adalah pemegang izin usaha pertambangan (IUP) penambangan timah di wilayah Bangka Belitung.

Di sisi lain, kata dia, ada perusahaan smelter swasta di Bangka Belitung yang juga sedang berusaha meningkatkan produksinya, salah satu smelter swasta tersebut adalah PT RBT.

Jika ada pertemuan dengan PT Timah, Harvey tampil mewakili dan atas nama PT RBT, namun Harvey tidak termasuk dalam struktur pengurus PT RBT, baik komisaris, direksi, serta pemegang saham.

"Terdakwa beralasan hanya bermaksud membantu temannya, yaitu Direktur Utama PT RBT Suparta karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan," tutur Eko.

Karena Harvey bukan pengurus perseroan PT RBT, maka hakim berpendapat Harvey bukan pembuat keputusan kerja sama peleburan timah antara PT Timah dan PT RBT. Harvey pun dinilai tak mengetahui administrasi dan keuangan, baik pada PT RBT dan PT Timah.

Selain itu, majelis hakim mempertimbangkan bahwa PT Timah dan PT RBT bukan merupakan penambang ilegal karena memiliki IUP dan izin usaha jasa pertambangan (IUJP).

"Pihak yang melakukan penambangan ilegal adalah masyarakat yang jumlahnya ribuan orang," kata Eko.

Diketahui, Harvey Moeis divonis 6,5 tahun penjara terkait kasus korupsi timah. Majelis hakim juga menghukum Harvey membayar denda Rp 1 miliar. Apabila tak dibayar, maka diganti dengan kurungan 6 bulan.

Harvey turut dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Apabila tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian atau apabila jumlah tidak mencukupi maka diganti hukuman 2 tahun penjara.

Hakim sendiri telah menetapkan bahwa kerugian negara Rp 300 triliun dalam kasus korupsi pengelolaan timah. Meski begitu, uang sebesar itu tak sepenuhnya dinikmati oleh para terdakwa. Sebab, menurut hakim kerugian terbesar dalam kasus ini, yaitu Rp 271 triliun, merupakan kerugian yang dihitung dari kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas pengelolaan timah. 

x|close