Ntvnews.id, Jakarta - Penasihat hukum Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Andi Ahmad, menyatakan bahwa kliennya tidak memiliki niat buruk dalam kasus korupsi timah yang berujung pada vonis delapan tahun penjara.
"Semua hanya untuk menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan produksi PT Timah. Inilah yang harus Pak Mochtar alami, tetapi ia ikhlas karena Tuhan tahu niatnya,” kata Andi, Senin 30 Desember 2024.
Andi menekankan bahwa selama persidangan tidak ada bukti yang menunjukkan Mochtar memperoleh keuntungan pribadi dari tindakannya.
Menurutnya, hal ini penting untuk menjaga nama baik Mochtar, karena semua yang dilakukan oleh Mochtar semata-mata demi kepentingan PT Timah.
Baca Juga : Fakta-fakta Helena Lim, Crazy Rich PIK Divonis 5 Tahun Penjara Atas Korupsi Timah
Ia juga menyoroti bahwa PT Timah membeli bijih timah dari masyarakat, mengingat banyak warga yang bergantung pada aktivitas tambang untuk keberlangsungan hidup mereka.
“Kalau ini dipermasalahkan, bagaimana nasib masyarakat? Mereka sangat bergantung pada tambang timah,” ucap dia.
Mochtar Riza Pahlevi Tabrani divonis hukuman penjara delapan tahun setelah dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah selama periode 2015–2022.
Selain hukuman penjara, Mochtar juga dijatuhi denda sebesar Rp750 juta. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Majelis Hakim menyatakan Mochtar melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga : Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara Kasus Korupsi Timah Rp300 Triliun
Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yang sebelumnya menuntut Mochtar dengan hukuman penjara 12 tahun, denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp493,39 miliar subsider enam tahun penjara.
Dalam perkara ini, Mochtar didakwa mengakomodasi aktivitas penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah. Akibat tindakan tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp300 triliun, yang meliputi: Rp2,28 triliun akibat kerja sama sewa-menyewa peralatan pengolahan logam dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun akibat pembayaran bijih timah kepada mitra tambang PT Timah, dan Rp271,07 triliun akibat kerusakan lingkungan.
(Sumber Antara)