Ntvnews.id, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah menetapkan kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi pengelolaan timah. Jumlahnya sama dengan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yakni sebesar Rp 300 triliun.
Menurut hakim, kerugian negara hasil audit BPKP itu telah terbukti di persidangan. Meski begitu, angka kerugian ini terbesar berasal dari kerusakan lingkungan, yakni Rp271,07 triliun.
Sisanya yakni sebanyak Rp2,28 triliun, berupa kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat processing (pengolahan) penglogaman timah yang tidak sesuai ketentuan. Lalu, sebanyak Rp26,65 triliun akibat pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal.
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakkir, kerugian keuangan negara akibat korupsi dan kerugian gara-gara kerusakan lingkungan, tak bisa disatukan peradilannya. Sebab keduanya diatur dalam undang-undang yang berbeda.
"Kalau benar Rp 271 triliun itu perhitungan oleh ahli lingkungan hidup untuk kerugian lingkungan hidup. Lingkungan hidup itu masuk dalam undang-undang lingkungan hidup. Jadi kalau misalnya menuntut (seharusnya) dua dakwaan. Mungkin nanti setelah tindak pidana korupsi dihukum, setelah itu menuntut kerugian disebabkan kerugian lingkungan hidup," ujar Mudzakkir kepada NTVNews.id, Senin, 30 Desember 2024.
Karena perkara korupsi dan lingkungan hidup berbeda, tidak bisa para terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan timah, dimintakan pertanggungjawaban total Rp 300 triliun. Jika dimintai pertanggungjawaban terkait kerugian akibat kerusakan lingkungan, seharusnya dilakukan secara terpisah dengan perkara tindak pidana korupsi.
"Jadi tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban Rp 271 triliun (Rp271,07 triliun), karena itu (yang disidangkan saat ini) perkara korupsi," tegasnya.
Diketahui, vonis perkara kasus korupsi pengelolaan timah khususnya terhadap terdakwa Harvey Moeis, jadi sorotan publik. Penyebabnya, hukuman 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap suami artis Sandra Dewi itu, dinilai terlalu ringan. Hal tersebut jika dibandingkan dengan nilai korupsi yang disebut sebanyak Rp 300 triliun.
Padahal, faktanya Harvey tak menikmati uang sebanyak itu dan kerugian negara terbesar dari kasus tersebut berasal dari kerusakan lingkungan. Dalam dakwaan jaksa, Harvey total memperoleh Rp 210 miliar dari hasil korupsi pengelola timah.
Adapun Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari pernah menjelaskan, bahwa nilai kerugian kerusakan lingkungan kasus korupsi pengelolaan timah berdasarkan hasil riset beberapa pakar, salah satunya Bambang Hero Sahardjo, pakar lingkungan dan Guru Besar IPB University.
Bambang bersama timnya melakukan legal sampling pada area tambang. Sampel dari sisa bongkaran tambang sampai vegetasinya.
"Satu lokasi tidak hanya satu titik, itu ada beberapa titik, baik yang ada di Bangka, Bangka Belitung (Babel), Bangka Timur. Area tambang timah yang berada di Babel, jadi kami datangi," ujarnya.
Hasil perhitungan terungkap, dalam kawasan hutan itu ternyata tidak hanya hutan produksi juga kawasan konservasi atau taman nasional.
Mereka turut melakukan rekonstruksi dengan citra satelit. Sehingga dapat mengetahui luasan kerusakan lingkungan dan perubahan lingkungan dampak tambang 2015-2022.
Sementara angka lebih dari Rp 271 triliun didapat, dari kerusakan di dalam dan non kawasan hutan. Rinciannya, biaya kerugian lingkungan Rp183,703 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp74, 493 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp12,157 triliun.