Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyindir kasus yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah, namun vonisnya dinilai terlalu ringan. Prabowo lantas meminta jaksa banding, dan bila perlu hakim memvonis terdakwa 50 tahun.
Sindiran Prabowo ini diperkirakan tertuju kepada vonis Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan timah, yang hanya dihukum 6,5 tahun penjara. Padahal, total kerugian negara disebut sebanyak hampir Rp 300 triliun.
Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakkir, terdakwa perkara korupsi tak bisa divonis 50 tahun penjara. Jika itu dilakukan, sama saja menyalahi sistem hukum di Indonesia.
Baca Juga: Harvey Moeis Cuma Dihukum 6,5 Tahun, Prabowo: Jaksa Agung Banding Ya, Harusnya Vonis 50 Tahun
"Di Indonesia itu maksimal hukuman menjadi 50 tahun itu tidak ada. Kalau itu ada, konstruksinya tertinggi 40 tahun 6 bulan," ujar Mudzakkir kepada NTVNews.id, Senin, 30 Desember 2024.
Secara prinsip, lanjut dia, hukuman tertinggi bagi koruptor adalah 20 tahun penjara. Bisa menjadi 40 tahun 6 bulan, apabila sanksi uang pengganti dan denda tak dibayarkan oleh terdakwa atau terpidana.
"Nanti kalau dikenakan pasal 18, pemulihan kerugian keuangan negara dan pemulihan itu ternyata tidak dilakukan terdakwa atau terpidana, maka penggantinya bisa seperti pidana pokok. Kalau pidana pokoknya 20 tahun berarti dia bisa dihukum plus pidana penggantinya 20 tahun, kalau masih ada denda, tambah lagi 6 bulan," papar dia.
Baca Juga: Prabowo: Hei Koruptor, Saya Beri Kesempatan Taubat!
Hukuman penjara 40 tahun atau lebih terhadap terdakwa kasus korupsi sendiri, menurutnya juga termasuk keliru. Sebab, kata Mudzakkir, dalam satu kali perbuatan korupsi harus dihukum satu kali pula.
"Tidak boleh sama dengan hukuman pokok. Karena satu kali perbuatan hanya boleh satu kali hukuman," ucapnya.
Jika saran Prabowo itu diikuti oleh jaksa dalam tuntutannya, Mudzakkir meminta jaksa tersebut dicopot. Sebab telah menyalahi ketentuan yang ada.
"Kalau tuntutannya 50 tahun oleh jaksa, jaksanya dicopot aja. Karena jaksa itu nggak mengerti hukuman dalam sistem hukum Indonesia, menjadi nggak pas nanti. Mudah-mudahan jaksa nggak mengikut saran presiden itu. Karena kalau ngikuti itu jaksanya harus dihukum," papar Guru Besar Hukum Pidana UII Yogyakarta ini.
Baca Juga: Fakta-fakta Helena Lim, Crazy Rich PIK Divonis 5 Tahun Penjara Atas Korupsi Timah
Mudzakkir mengatakan, memenjarakan orang lebih dari hak hukumannya, itu sama saja dengan penyalahgunaan wewenang. Ia pun berharap, kebencian terhadap koruptor tak lantas membuat seseorang berlaku tidak adil.
"Greget boleh tapi tidak boleh dilakukan dengan cara menyimpangi hukum. Benci boleh tapi benci itu tidak boleh dipakai untuk menyimpangi hukum," jelas dia.
"Jangan karena kebencianmu terhadap seseorang maka membuatmu berlaku tidak adil," sambungnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyindir kasus yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Sebab, vonis terdakwa dalam kasus itu dinilai terlalu ringan.
Ini dinyatakan Prabowo dalam pengarahannya di acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta Pusat. Secara tiba-tiba, Prabowo menyinggung hakim yang memvonis ringan terdakwa yang merugikan negara ratusan triliun rupiah.
Baca Juga: Profil Hakim Eko Aryanto yang Vonis Ringan Harvey Moeis, Punya Harta Miliaran Rupiah
"Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringan lah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi," ujar Prabowo, Senin, 30 Desember 2024.
Kasus yang disinggung Prabowo sendiri, diperkirakan terkait kasus korupsi dengan terdakwa Harvey Moeis. Kasus ini menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun. Namun, Harvey hanya divonis hanya 6,5 tahun penjara.
Menurut Prabowo, rakyat paham bahwa vonis tersebut tak sebanding dengan kerugian yang diderita negara. Prabowo pun khawatir nantinya kondisi penjara yang dihuni ada AC hingga TV.
"Tapi rakyat pun ngerti, rakyat di pinggir jalan ngerti, rampok triliunan, eh ratusan triliun, vonis sekian tahun," papar Prabowo.
"Nanti jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV," sambungnya.
Prabowo lantas memanggil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Adrianto dan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang juga hadir dalam acara itu. Prabowo meminta agar Jaksa Agung banding dalam vonis tersebut. Bila perlu terdakwa divonis 50 tahun.
"Tolong Menteri Pemasyarakatan yah, Jaksa Agung, naik banding nggak? naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira," tandas Prabowo.