Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Prof. Mahfud MD, merespons pernyataan Guru Besar Hukum Unpad, Prof. Romli Atmasasmita, yang menyebut bahwa dirinya dapat dijerat pasal tentang fitnah dan pelanggaran UU ITE.
Persoalan ini bermula dari pandangan Mahfud MD yang menyatakan bahwa pemberian maaf kepada pelaku korupsi tidak boleh dilakukan secara diam-diam.
Isu ini bermula dari pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya menyebutkan kemungkinan pemberian maaf kepada koruptor secara diam-diam dengan syarat mereka mengembalikan uang hasil korupsinya. Namun, pernyataan tersebut kemudian diralat oleh Presiden sendiri.
"Prof Romli menganggap saya salah karena tak bertanya dulu kepada ahlinya terkait pemberitaan maaf oleh Presiden kepada Koruptor," kata Mahfud MD lewat keterangan tertulis pada Rabu, 1 Januari 2025.
Guru Besar Ilmu Politik UI, Lili Romli dalam program NTV Election di NusantaraTV/tangkapan layar NTV
“Saya juga menganggap Prof Romli salah karena tidak bertanya dulu kepada saya tentang apa yang saya katakan atau tidak mendengar sendiri apa yang saya katakan di Podcast Terus Terang Episode 34 tanggal 24 Desember 2024," sambungnya.
Menurut Mahfud, masalah ini bermula ketika Presiden Prabowo menyatakan peluang pemberian maaf kepada koruptor yang bersedia mengembalikan hasil korupsinya. Presiden juga sempat menyebut bahwa hal tersebut dapat dilakukan secara diam-diam.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam pidatonya di Al Azhar Conference Center, Universitas Al Azhar, Kairo, pada Rabu, 18 Desember 2024.
"Saya bilang, pemberian maaf kepada koruptor tak bisa dilakukan. Kalau itu dilakukan, maka bertentangan dengan hukum. Tak boleh ada pemberian maaf secara diam-diam kepada koruptor," tegas Mahfud.
Setelah itu, Mahfud mencatat beberapa pendapat lain yang muncul, seperti dari Menko Kumham Yusril Ihza Mahendra, yang menyebutkan bahwa Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti, dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, yang membahas mekanisme denda damai dalam UU Kejaksaan. Selain itu, advokat Hotman Paris juga menyebut Presiden bisa memberi amnesti dengan mengacu pada amnesti pajak. .
"Tak apa, itu semua perbedaan pendapat. Saya tetap bilang, tetap tak boleh memaafkan koruptor secara diam-diam. Saya tahu betul bahwa Presiden bisa memberi amnesti, tapi tak bisa dilakukan secara diam-diam. Pemberian amnesti harus dibicarakan dengan DPR," kata Mahfud.
Mahfud MD (Nusantara TV)
"Semua amnesti dilakukan terbuka, tak ada yang diberikan diam-diam. Amnesti Pajak juga disepakati DPR melalui perdebatan yang terbuka dan panas hingga dibuat dulu UU Tax Amnesty. Jadi, soalnya terletak pada memberi maaf dan mengembalikan uang korupsi secara diam-diam," sambung dia.
Mahfud juga mengingatkan bahwa pemerintah telah memberikan klarifikasi bahwa mekanisme denda damai hanya dapat diterapkan pada tindak pidana ekonomi, bukan pada kasus korupsi. Penjelasan ini telah disampaikan oleh Menteri Hukum dan Kapuspenkum Kejaksaan Agung.
Menurut Mahfud, jika pemerintah memberikan pengampunan kepada koruptor secara diam-diam tanpa adanya dasar hukum seperti UU Pemaafan, hal tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi. Ia menilai hal itu sama saja dengan membuka jalan bagi pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan secara melanggar hukum yang merugikan negara.
"Itu tafsir 'jika' hal itu dilakukan, di mana unsur fitnah dan pencemaran nama baik atas pendapat tersebut? Saya bilang 'jika' itu dilakukan oleh Presiden, nyatanya tidak dilakukan. Jadi, tidak ada berita bohong dan fitnah di sini," kata Mahfud.
“Pernyataan Presiden tersebut nyata adanya dan rekamannya beredar luas berulang-ulang. Hanya saja, sekarang sudah dikoreksi oleh Pemerintah, termasuk oleh Presiden sendiri," sambungnya.
Sebelumnya, Prof. Romli menyebut pernyataan Mahfud yang menyamakan pemberian maaf kepada koruptor dengan pelanggaran Pasal 55 KUHP bisa dianggap sebagai fitnah. Menurutnya, Mahfud dapat dijerat dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP 1946 tentang fitnah, serta Pasal 433 UU KUHP 1/2023 dan Pasal 45 Ayat (4) UU 1/2024 tentang pencemaran nama baik.
.