Pengamat: Hakim Kasus Timah Harus Utamakan Keadilan Dibanding Kepastian Hukum

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 2 Jan 2025, 11:40
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Harvey Moeis usai sidang pembacaan surat dakwaan jaksa. Harvey Moeis usai sidang pembacaan surat dakwaan jaksa.

Ntvnews.id, Jakarta - Bos Smelter yang juga Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi, divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus korupsi pengelolaan timah. Suwito juga didenda sebesar Rp 1 miliar, yang jika tidak dibayar akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

Suwito terbukti bersalah dalam kasus tindak pidana korupsi terkait tata niaga komoditas timah, bersama dengan mantan Direktur PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan suami Sandra Dewi, Harvey Moeis yang sudah divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 6,5 tahun. 

Selain vonis 8 tahun, Suwito juga diminta hakim membayar pengganti Rp2,2 triliun dan jika uang pengganti tak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terdakwa yang disita  jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.

Baca Juga: Vonis Ringan Harvey Moeis, Kejagung: Tuduhan Ada Permainan Jaksa dan Hakim, Itu Berlebihan!

Jika Suwito tak mempunyai harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka ia dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun.

Pengamat hukum Heru Riyadi menilai, tercapainya keadilan lebih penting dalam sebuah peradilan. Keadilan lebih penting bahkan jika dibanding adanya kepastian hukum.

"Di Jerman itu ada yang namanya Radbruch Formula. Formula ini mengutamakan keadilan, kemanfaatan baru kepastian hukum. Jadi kepastian hukum ini posisinya terakhir," ujar Heru kepada wartawan, Kamis, 2 Desember 2024.

Formula ini, lanjut dia, sudah diadopsi oleh Indonesia melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 mendatang. Tepatnya diatur dalam Pasal 53 Ayat (1) dan (2) KUHP.

Baca Juga: Prabowo Perintahkan Jaksa Banding Vonis Harvey Moeis Jadi 50 Tahun, Pakar Hukum: Tidak Bisa

Pengamat hukum Heru Riyadi. (Istimewa) Pengamat hukum Heru Riyadi. (Istimewa)

"Bunyinya ayat (1), 'Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan'," kata Heru.

"Lalu dalam ayat (2), 'Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan'," imbuh dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang ini.

Karena itu, Heru berharap penanganan perkara korupsi timah, termasuk ketika adanya banding nanti, maupun perkara pidana lainnya, hakim mengutamakan tercapainya keadilan dibanding kepastian hukum.

"Dan keadilan ini bukan hanya milik korban, tapi juga terdakwa," ucap mantan Ketua Umum Kelompok Sadar Kamtibmas Bhayangkara Nasional.

x|close