Presidential Threshold Dihapus, PAN: Terima Kasih MK

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 2 Jan 2025, 22:05
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua Komisi VII DPR RI Periode 2024-2029, Saleh Partaonan Daulay Ketua Komisi VII DPR RI Periode 2024-2029, Saleh Partaonan Daulay (Instagram)

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Syarat pencalonan yang dihapus, yaitu minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya, untuk bisa partai politik (parpol) mengajukan calonnya. 

Partai Amanat Nasional (PAN) menyambut baik putusan ini. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay, pihaknya mendukung putusan MK itu karena sejalan dengan perjuangan partainya sejak lama.

"PAN mendukung MK yang memutuskan menghapus presidential threshold (PT) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu. PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus PT tersebut," ujar Saleh, Kamis, 2 Januari 2025.

Ia menilai, putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu merupakan putusan yang populis. PAN mengucapkan terima kasih atas putusan MK tersebut.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada MK yang telah mengambil keputusan ini. Ini adalah keputusan yang sangat populis yang didukung oleh masyarakat," tuturnya.

Menurut dia, penerapan presidential threshold secara logika sederhana sangat tidak adil karena banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri.

"Kalau pakai PT, itu kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju, sementara untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit," tuturnya.

Padahal, kata dia, Indonesia memiliki banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan untuk maju sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres). Tapi, terkendala akibat urusan kepartaian.

"Mereka ada di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain. Namun, mereka ini tidak terpikir untuk maju sebagai capres atau cawapres sebab mereka tidak memiliki modal dasar dan pengalaman menjadi pengurus partai politik," papar dia.

Ia berharap semua pihak dapat duduk bersama merumuskan sistem pemilihan presiden (pilpres) ke depan pascaputusan MK tersebut untuk mengupayakan seluruh rakyat memiliki hak sama untuk mencalonkan maupun dicalonkan.

"Prinsip dasar dari demokrasi itu adalah persamaan hak dan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, dan itu harus dimulai dari sistem regenerasi dan pergantian kepemimpinan di semua tingkatan. Ini kelihatan sederhana, tetapi pasti membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menerapkannya," jelas Saleh.

Ketua Komisi VII DPR RI itu berharap, akan banyak figur capres dan cawapres yang muncul ke depannya, tak terkecuali dari kader PAN sendiri.

"Kalau PAN, insyaallah sangat bersyukur dengan keputusan ini. Harapan kami akan banyak capres dan cawapres yang muncul, dan tentu sedapat mungkin kami juga bermimpi untuk mendorong kader sendiri, atau paling tidak bekerja sama dan berkolaborasi dengan partai atau elemen bangsa lainnya," tandasnya.

Sebelumnya, MK menjelaskan alasan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden. Menurut MK, seluruh partai politik peserta pemilu harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Adapun dalam pertimbangan putusan, MK menilai pengusungan pasangan calon berdasarkan ambang batas terbukti tidak efektif menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. MK pun menilai besaran ambang batas lebih menguntungkan parpol yang memiliki kursi di DPR.

"Dalam konteks itu, sulit bagi partai politik yang merumuskan besaran atau persentase ambang batas untuk dinilai tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of interest)," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan putusan perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.

Menurut dia, adanya kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pilpres hanya terdapat dua pasangan calon, jika terus mempertahankan ketentuan ambang batas dalam pengusulan pasangan calon. Padahal, menurutnya pengalaman pilpres dengan dua pasangan calon membuat masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi.

"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," kata Saldi.

"Kecenderungan demikian, paling tidak dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau pemilihan dengan kotak kosong," imbuhnya.

Ia mengatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diusulkan oleh partai politik, sepanjang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu. Saldi pun menyampaikan usai lima kali pilpres digelar, MK telah cukup menyatakan ambang batas sebagai syarat mengusulkan pasangan calon.

"Terlebih terdapat pula fakta lain yang tidak kalah pentingnya, dalam beberapa pemilu presiden dan wakil presiden terdapat dominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai pasangan calon presiden dan wakil presiden," jelas Saldi.

MK pun menyarankan kepada DPR dan pemerintah dalam merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017, untuk memperhatikan jika pengusulan pasangan calon tidak didasari lagi oleh ambang batas. Kata Saldi, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon, maka dapat dikenakan sanksi larangan ikut serta dalam Pilpres berikutnya.

"Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau, gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional," papar Saldi.

"Dalam hal ini, misalnya, jika jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30, maka terbuka pula potensi terdapat 30 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik peserta pemilu," imbuhnya.

x|close