Ntvnews.id, Korea - Informasi ini bukan untuk menginspirasi siapa saja guna melakukan tindakan yang sama. Bagi Anda yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak seperti psikolog, psikiater, maupun mendatangi klinik kesehatan mental.
Pada 29 Oktober 2022, tragedi Halloween yang terjadi di Itaewon, Korea Selatan mengguncang banyak orang. Di tengah kerumunan yang padat, seorang remaja bernama Lee Jaehyun berhasil selamat, namun kehidupannya tak pernah kembali seperti semula.
Walaupun berhasil selamat, Jaehyun justru menghadapi serangan berat berupa komentar negatif di dunia maya. Komentar-komentar tersebut perlahan mengikis ketenangannya, yang akhirnya mendorongnya untuk mengakhiri hidupnya pada 12 Desember 2022.
Lee Jaehyun, yang berusia 16 tahun, mengunjungi Itaewon bersama teman-temannya pada malam tersebut. Namun, dia menjadi satu-satunya yang selamat. Hidup setelah kejadian itu menjadi sangat sulit karena ia justru menjadi sasaran bullying di media sosial.
“Heh, lihat, harusnya dia mati ‘kan?” dan berbagai komentar kejam lainnya memenuhi media sosialnya.
Ilustrasi bullying. (Freepik)
Menurut laporan Naver, ibunya mengungkapkan kesedihan yang dialami oleh putranya. Jaehyun bertahan menghadapi komentar negatif itu selama 43 hari, namun akhirnya menyerah dengan tekanan yang luar biasa.
Dalam pesan terakhirnya, Jaehyun mengungkapkan, “Aku merindukan teman-temanku.” Sebelum mengakhiri hidupnya, Jaehyun menyimpan beberapa foto dan video di ponselnya, yang ia dedikasikan untuk keluarganya.
Dalam sebuah folder berjudul “Buka ketika kalian kangen Jaehyun,” ia meninggalkan pesan yang sangat emosional dan penuh kasih. “Di kehidupan selanjutnya, aku ingin terlahir kembali sebagai anak Ayah dan Ibu,” katanya dalam salah satu video.
Ibunya mengungkapkan bahwa ia sering memutar video tersebut untuk mengenang senyum putranya. “Bagi pelajar sepertinya, SNS (media sosial) adalah dunia yang menyatukan mereka. Namun, di sana juga ia menerima gempuran kata-kata yang lebih tajam dari pedang,” kata sang ibu.
Selama hidupnya setelah tragedi tersebut, Jaehyun berusaha membela diri dari stigma dan tuduhan negatif yang terus dilontarkan oleh netizen. Beberapa orang bahkan menuduhnya pergi ke Itaewon hanya untuk mencari perhatian atau menggunakan narkoba.
Tragedi Itaewon Korsel (AFP)
Meski Jaehyun sudah mencoba memberikan klarifikasi, persepsi negatif tetap menghantuinya.
Jaehyun pernah mengungkapkan amarahnya kepada ibunya. “(Di media sosial) mereka menulis, ‘Gila, kamu ke Itaewon cuma buat lihat artis ‘kan?’ atau ‘Oh, kamu ke Itaewon buat nge-drugs ya?’ Ibu. Aku marah sekali. Rasanya aku mau mati,” katanya.
Ibu Jaehyun bertekad untuk memastikan bahwa kisah putranya tidak akan terlupakan. Ia ingin masyarakat menyadari betapa bahayanya komentar jahat di media sosial dan dampak besar yang ditimbulkan oleh perundungan siber.
“Di antara 100 orang yang berusaha menghibur putra saya, akan selalu ada 1 orang yang menghujatnya,” katanya.
Kisah yang dialami Lee Jaehyun bukan hanya sekedar insiden fisik yang terjadi di Itaewon, tetapi juga merupakan tragedi perundungan siber yang bisa menimpa siapa saja. Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa setiap orang berhak untuk merasa aman, baik secara fisik maupun mental, baik di dunia nyata maupun dunia maya.