MK Sebut Syarat TOEFL di Tes Kerja Bukan Diskriminasi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 3 Jan 2025, 18:44
thumbnail-author
Muhammad Hafiz
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Arsip. Suasana sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Arsip. Suasana sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa persyaratan nilai tes bahasa Inggris (TOEFL) sebagai bagian dari tes masuk kerja, baik di instansi pemerintah maupun swasta, tidak bisa dianggap sebagai bentuk diskriminasi.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan dalam Putusan Nomor 159/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, pada Jumat. MK pun menolak permohonan yang diajukan oleh Hanter Oriko Siregar.

“Dengan adanya suatu persyaratan khusus yang diberikan oleh suatu instansi baik instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka mendapatkan kesempatan yang sama dalam pekerjaan dan disertai alasan yang masuk akal, maka upaya dimaksud bukanlah merupakan suatu bentuk diskriminasi,” ujar Guntur.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Hapus Kolom Agama di KTP dan KK

MK juga menegaskan bahwa penempatan tenaga kerja, baik di sektor swasta maupun pemerintahan, tidak lepas dari batasan tertentu. Di sektor swasta, penempatan tenaga kerja diatur oleh Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sementara di sektor pemerintahan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

“Dengan demikian, dalil pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum,” tambah Guntur, yang juga menyatakan bahwa tidak ada potensi bagi instansi pemerintah dan swasta untuk membuat aturan atau persyaratan yang sewenang-wenang dan diskriminatif dalam proses pengisian tenaga kerja.

Lebih lanjut, Mahkamah berpendapat bahwa adanya syarat kemampuan bahasa asing dalam seleksi pekerjaan sudah sesuai dengan prinsip tingkat kedewasaan dan pengalaman minimal (minimum degree of maturity and experience), serta merupakan implementasi dari konstitusi.

Guntur mengutip Pasal 28C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.”

Pada kasus ini, Hanter Oriko Siregar menggugat konstitusionalitas Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan Pasal 37 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Hanter mengklaim tidak dapat mengikuti seleksi calon PNS tahun 2024 di Mahkamah Agung, Kejaksaan RI, dan KPK karena ketiga lembaga tersebut menetapkan persyaratan nilai TOEFL 450, sementara dia hanya mendapatkan skor 370.

MK mengaku dapat memahami kekhawatiran Hanter. Namun, MK menilai bahwa pemerintah telah menyediakan program pengembangan kompetensi bagi pencari kerja, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan pekerja yang membutuhkan peningkatan kompetensi, melalui program pelatihan dan pemberian insentif.

Berdasarkan hal itu, MK menyimpulkan bahwa dalil permohonan Hanter tidak beralasan menurut hukum, sehingga permohonannya ditolak seluruhnya.

(Sumber: Antara)

x|close