Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyatakan akan membahas aturan terkait jumlah pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Ia menekankan bahwa jumlah pasangan calon tidak boleh terlalu banyak hingga mengakibatkan dampak negatif terhadap kualitas demokrasi.
"Kami memahami keputusan MK itu bersifat final and binding, final dan mengikat. Kami akan membicarakannya dengan pemerintah terkait dengan tindak lanjut putusan MK," ujar Rifqinizamy di Jakarta, Jumat, 3 Januari 2025.
Baca Juga: MK Hapus Presidential Threshold, DEEP Apresiasi: Momentum Perbaikan Demokrasi Indonesia
Menurutnya, putusan MK memiliki dua poin utama, yakni penghapusan ambang batas pencalonan presiden menjadi 0 persen dan memberikan keleluasaan kepada DPR serta Pemerintah untuk menyusun norma baru.
Rifqinizamy juga menekankan pentingnya rekayasa konstitusi untuk memastikan norma yang dirancang dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak menyebabkan liberalisasi demokrasi yang berlebihan dalam sistem presidensial.
Diskusi mengenai ketentuan jumlah pasangan calon akan dilakukan antara DPR dan Pemerintah setelah masa reses DPR berakhir pada 20 Januari 2025. Masa Reses I Tahun Sidang 2024-2025 DPR RI sendiri berlangsung dari 6 Desember 2024 hingga 20 Januari 2025.
Baca Juga: PDIP Tunduk pada Putusan MK Terkait Penghapusan Presidential Threshold
Sebelumnya, MK memutuskan untuk menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase dukungan partai politik atau gabungan partai politik terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden. Keputusan ini membatalkan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.
Pasal yang dihapus sebelumnya mensyaratkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR RI, atau memperoleh 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.