Ntvnews.id, Seoul - Warga Korea Selatan (Korsel) menghadapi badai salju untuk melakukan aksi demonstrasi mendesak penangkapan Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, yang telah dimakzulkan dan sedang diskors. Yoon diketahui tengah berupaya menghindari penangkapan, sementara surat perintah penangkapannya hanya berlaku hingga 48 jam ke depan.
Dilansir dari AFP, Senin, 6 Januari 2025, Yoon dianggap telah membawa Korsel ke dalam krisis politik pada akhir 2024 setelah upayanya menetapkan darurat militer gagal. Saat ini, ia bersembunyi di kediaman presiden, dilindungi ratusan petugas keamanan setia, dan menolak upaya penangkapan.
Ribuan orang berkumpul di sekitar kediaman Yoon dan jalan-jalan utama di Seoul. Sebagian massa menyerukan penangkapannya, sementara lainnya menuntut agar pemakzulannya dianggap tidak sah.
Baca Juga: Cerita Korban Selamat Tragedi Itaewon, Berujung Bunuh Diri Gegara Dihujat Netizen Korea Selatan
Meskipun kondisi salju parah menyelimuti Seoul, kelompok pro-Yoon tetap berkumpul pada Minggu, 5 Januari 2025. Demonstrasi anti-Yoon dijadwalkan berlangsung pukul 2 siang waktu setempat.
"Salju tidak ada apa-apanya bagi saya. Mereka bisa membawa semua salju, dan kami akan tetap di sini," ujar Lee Jin-ah (28), seorang pengunjuk rasa anti-Yoon yang berhenti dari pekerjaannya di kedai kopi untuk mendukung demokrasi. Ia bahkan berkemah semalaman di luar kediaman Yoon.
Sementara itu, Park Young-chul (70), pendukung Yoon, mengatakan bahwa badai salju tidak akan menghalanginya memberikan dukungan kepada presiden sebelum surat perintah penangkapan berakhir pada Senin tengah malam. "Saya pernah menghadapi perang dan suhu minus 20 derajat di tengah salju. Salju ini tidak ada apa-apanya," katanya.
Di tengah aksi tersebut, Yoon mengaku menonton demonstrasi pendukungnya melalui siaran langsung YouTube. Ia berjanji akan "melawan" mereka yang mempertanyakan kekuasaannya, meskipun singkat. Saat ini, ia menghadapi tuntutan pemberontakan, salah satu pelanggaran yang tidak tunduk pada kekebalan presiden. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara atau hukuman mati.
Baca Juga: Ternyata Insiden Bird Strike Tertinggi Tercatat di Bandara Muan Korea Selatan
Apabila surat perintah tersebut dilaksanakan, Yoon akan menjadi presiden Korsel pertama yang ditangkap saat masih menjabat. Keputusan akhir mengenai pemakzulannya kini berada di tangan Mahkamah Konstitusi Korsel, yang akan memutuskan apakah mengesahkan pemakzulan oleh parlemen atau menolaknya.
Partai Demokrat, oposisi utama Korsel, menyerukan pembubaran dinas keamanan yang melindungi Yoon setelah pasukan keamanan tersebut mencegah penyidik mengakses Yoon. "Dinas Keamanan Presiden telah melanggar konstitusi dan menjadi kekuatan pemberontakan," kata Ketua DPR Park Chan-dae pada Sabtu.
Dinas keamanan presiden menolak permintaan polisi untuk diinterogasi, dengan alasan pentingnya perlindungan terhadap Yoon. Penyelidikan atas deklarasi darurat militer Yoon kini berada di bawah Kantor Investigasi Korupsi (CIO), sementara penjabat presiden Choi Sang-mok didesak memerintahkan kerja sama penuh dinas keamanan.
Di tengah situasi tersebut, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken tiba di Seoul. Ia diharapkan mendorong stabilitas kebijakan tanpa mendukung taktik Yoon dalam pertemuan dengan mitranya, Cho Tae-yul, pada Senin mendatang.
Pengacara Yoon mengecam upaya penangkapan sebagai tindakan "melanggar hukum dan tidak sah" dan berjanji akan mengambil langkah hukum. Upaya penangkapan pada Jumat, 3 Januari 2025 akhirnya gagal setelah pengawal Yoon menghalangi penyidik dengan alasan keamanan.
Mahkamah Konstitusi telah menjadwalkan persidangan pemakzulan Yoon pada 14 Januari 2025, yang akan berlanjut meskipun ia tidak hadir. Mahkamah memiliki waktu hingga 180 hari untuk memutuskan apakah Yoon akan diberhentikan atau dikembalikan ke jabatannya. Hingga saat itu, Yoon tetap menyandang gelar presiden meskipun diskors.