Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas parlemen atau parliamentary threshold akan menjadi salah satu topik yang dibahas dalam proses revisi undang-undang (UU) atau penyusunan omnibus law terkait politik.
Hingga saat ini, Dasco menjelaskan bahwa DPR belum mengambil keputusan apakah poin-poin dalam putusan MK, baik mengenai presidential threshold maupun parliamentary threshold, akan dimasukkan ke dalam UU atau omnibus law. Keputusan ini akan diambil setelah masa reses selesai pada 15 Januari mendatang. Meski demikian, ia menekankan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga harus dipatuhi.
"Nah bahwa itu kemudian akan dimasukkan dalam revisi undang-undang atau kemudian ada undang-undang yang di-omnibus-kan itu nanti belum kita putuskan," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 7 Januari 2025.
Baca Juga: Gus Miftah Mundur, Dasco Sebut Ini Pelajaran untuk Semua Pejabat
Dasco juga menjelaskan bahwa DPR akan melakukan kajian terhadap putusan MK mengenai sistem politik. MK memberikan ruang bagi DPR untuk menyusun norma baru yang sesuai dengan putusan tersebut. Kajian ini, tambah Dasco, bertujuan agar undang-undang yang dihasilkan tidak bertentangan dengan aturan yang ada.
"Dan juga ada keinginan MK juga bahwa jangan sampai calon presiden terlalu banyak atau juga terlalu sedikit," katanya.
Pada Kamis, 2 Januari 2025, MK memutuskan untuk menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK menilai ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca Juga: DPR Ungkap Alasan Biaya Haji 2025 Bisa Turun
Pasal yang dihapus itu sebelumnya mensyaratkan pasangan calon presiden dan wakil presiden harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada Pemilu Legislatif sebelumnya.
Selain itu, pada 29 Februari 2024, MK juga mengabulkan sebagian gugatan uji materi yang diajukan Perludem untuk menghapus parliamentary threshold sebesar empat persen suara sah nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
MK berpendapat bahwa kebijakan ambang batas parlemen telah mengurangi hak rakyat sebagai pemilih. Selain itu, hak untuk dipilih juga tereduksi ketika calon yang memperoleh suara lebih banyak tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen.