2 Pemerintahan Negara Besar Eropa Lumpuh

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 8 Jan 2025, 09:10
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Ilustrasi. Italia mendesak Uni Eropa merevisi larangan penjualan mobil BBM pada 2035. (Foto: Reuters) Ilustrasi. Italia mendesak Uni Eropa merevisi larangan penjualan mobil BBM pada 2035. (Foto: Reuters)

Ntvnews.id, Jakarta - Prancis dan Jerman, sering disebut "mesin pertumbuhan Uni Eropa" karena ukuran populasi dan ekonominya, kini menghadapi gejolak politik yang dapat mengganggu kestabilan blok tersebut.

Di Jerman, pemerintahan Kanselir Olaf Scholz kehilangan mayoritas di parlemen setelah Partai Liberaldemokrat (FDP) meninggalkan koalisi dengan Partai Sosial Demokrat (SPD) dan Partai Hijau.

Dilansir DW, Rabu, 8 Januari 2025, Kondisi ini memaksa Jerman menggelar pemilu dini pada 23 Februari 2025. Jajak pendapat memperkirakan tidak ada partai yang meraih mayoritas, sehingga pembentukan pemerintahan baru kemungkinan baru selesai pada April atau Mei 2025.

Baca Juga: Media Korsel Sebut PSSI Bakal Pecat Shin Tae-yong dan Diganti Pelatih Eropa

Sementara itu, di Prancis, ketidakpastian politik bisa berlangsung lebih lama. Berdasarkan konstitusi, pemilu baru hanya dapat dilakukan setelah Juli 2025.

Hingga saat itu, kubu Presiden Emmanuel Macron hanya bisa memimpin pemerintahan minoritas dengan parlemen yang terpecah menjadi tiga blok besar: populis kanan Rassemblement National (RN), aliansi kiri New Popular Front (NFP), dan kubu tengah Macron, Ensemble pour la République.

Ketidakstabilan ini juga berdampak pada kebijakan fiskal kedua negara. Di Jerman, koalisi runtuh akibat perbedaan pandangan soal utang. FDP menolak pembiayaan proyek infrastruktur baru dengan utang tambahan. Sebaliknya, di Prancis, anggaran pemerintah gagal disahkan setelah kalah dalam mosi kepercayaan, memaksa Presiden Macron menunjuk perdana menteri baru, François Bayrou.

Baca Juga: Sejumlah Negara Eropa Stop Suaka untuk Pengungsi Suriah

Carsten Brzeski dari ING Bank menyebut kebijakan fiskal kedua negara saling bertolak belakang. Prancis mendanai stimulus dengan utang, sementara Jerman menerapkan pembatasan ketat pada pinjaman. Dengan utang nasional tertinggi ketiga di zona euro, Prancis menghadapi tantangan besar untuk memenuhi aturan fiskal UE. Sebaliknya, Jerman dikritik karena aturan Schuldenbremse yang membatasi belanja infrastruktur.

Ketegangan ini diperparah oleh ketidakpastian global, termasuk kebijakan proteksionisme perdagangan di bawah Presiden AS Donald Trump. Jerman, yang sangat bergantung pada ekspor, mendukung perjanjian perdagangan bebas UE-Mercosur. Namun, Prancis menentang langkah tersebut, memperlihatkan perbedaan pandangan klasik kedua negara dalam isu perdagangan.

Ketidaksepakatan antara Prancis dan Jerman berpotensi memperlambat perkembangan Eropa. Brzeski menekankan pentingnya kerja sama erat kedua negara untuk mendorong reformasi struktural, investasi domestik, dan proyek bersama demi mengamankan masa depan ekonomi Uni Eropa.

x|close