Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa penggeledahan di rumah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyidikan. KPK juga membantah tudingan yang menyebut penyidiknya terlambat dalam melaksanakan penggeledahan tersebut.
"Kegiatan penggeledahan, penyitaan dan lain-lain itu bergantung kepada kebutuhan pemenuhan unsur perkara yang ditangani. Jadi penyidiklah yang memiliki penilaian, khususnya penggeledahan kapan bisa dilakukan, di mana tempat-tempatnya," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, Rabu, 8 Januari 2025.
Baca Juga: Riezky Aprilia, Anggota DPR yang Mau Diganti Harun Masiku Dipanggil KPK
Tessa menyampaikan bahwa KPK tidak mempermasalahkan adanya opini publik yang menyebut penyidiknya terlambat melakukan penggeledahan. Opini tersebut muncul karena Hasto telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 24 Desember 2024, sementara penggeledahan rumahnya baru dilakukan pada 7 Januari 2025.
"Masalah penilaian apakah itu terlambat atau tidak kami tidak bisa melarang pihak luar untuk berpikiran seperti itu," ujarnya.
Juru bicara KPK yang berlatar belakang penyidik menegaskan bahwa penggeledahan di rumah Hasto Kristiyanto bukanlah upaya untuk mengalihkan isu.
"Ada juga pihak-pihak yang merasa bahwa kegiatan ini adalah pengalihan isu untuk isu-isu lain yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan di beberapa media, itu mari kita biarkan itu berada di ruang publik," tuturnya.
Tim penyidik KPK hari ini menggeledah rumah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat. Penggeledahan tersebut berlangsung sekitar empat jam.
Baca Juga: Kasus Harun Masiku, Wahyu Setiawan Ngaku Sudah Berikan Semua Info ke KPK
Pada Selasa, 24 Desember 2024, KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus Harun Masiku, yaitu Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa HK berperan dalam mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU, Wahyu Setiawan, agar menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.
Selain itu, HK juga diketahui mengarahkan DTI untuk aktif mengambil dan menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui perantara Agustiani Tio Fridelina.
"HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019 hingga 23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019—2024 dari Dapil Sumsel I," ujar Setyo.
Selain itu, penyidik KPK juga menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Setyo Budiyanto, Ketua KPK, menjelaskan tindakan yang dilakukan Hasto dalam kasus obstruction of justice tersebut, sebagai berikut:
Baca Juga : Hasto Diperiksa KPK Sebagai Tersangka Kasus Harun Masiku
1. Pada 8 Januari 2020, saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Hasto memerintahkan Nur Hasan, penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang sering digunakan sebagai kantor Hasto, untuk menghubungi Harun Masiku dan menyuruhnya merendam ponselnya dengan air serta segera melarikan diri.
2. Pada 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, ia memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel miliknya yang dipegang Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
3. Hasto juga mengumpulkan beberapa saksi yang terkait dengan kasus Harun Masiku dan mengarahkan mereka untuk tidak memberikan keterangan yang sesuai dengan fakta.
Harun Masiku sendiri telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK dan sejak 17 Januari 2020, ia dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
Selain Harun, anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, juga terlibat dalam perkara tersebut. Wahyu Setiawan, yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku, kini sedang menjalani bebas bersyarat setelah menjalani pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.
(Sumber Antara)