Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa penggunaan ruang laut tanpa izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) melanggar hukum.
"Pemagaran laut menandakan adanya upaya yang tidak sah untuk memperoleh hak atas tanah di wilayah perairan," ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL) KKP, Kusdiantoro, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 9 Januari 2025.
Ia menjelaskan bahwa praktik ini dapat menyebabkan pihak yang memiliki hak menguasai sepenuhnya, menutup akses publik, memprivatisasi ruang, merusak keanekaragaman hayati, dan bahkan mengubah fungsi ruang laut.
Lebih lanjut, Kusdiantoro menambahkan bahwa pemagaran laut bertentangan dengan praktik internasional yang diatur oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
“Sekarang, hukum pemanfaatan ruang laut mengarah pada sistem perizinan, seperti yang diputuskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. Tujuan utamanya adalah menjaga agar ruang laut tetap menjadi milik bersama yang terbuka dan adil untuk semua pihak,” tambahnya.
Baca juga: Misteri Pagar Laut Sepanjang 30 KM di Pesisir Tangerang, Pemda Tak Tahu Punya Siapa
KKP sebelumnya juga telah melakukan diskusi publik mengenai pemagaran sepanjang 30,16 kilometer di perairan Laut Tangerang, Provinsi Banten.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, menekankan pentingnya kerjasama antar lembaga untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Dia menambahkan bahwa Ombudsman dapat melakukan penyelidikan jika ditemukan indikasi malpraktik, seperti penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah laut, yang hasilnya bisa menjadi dasar tindakan hukum lebih lanjut.
Ketua Umum Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), Rasman Manafi, mengungkapkan bahwa pemagaran laut bertentangan dengan prinsip keadilan dalam pengelolaan ruang laut.
Dia juga mendorong peningkatan pengawasan untuk mencegah privatisasi ruang laut dan memastikan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan Ditjen PSDKP KKP, Sumono Darwinto, menilai bahwa pelanggaran serupa juga terjadi di berbagai daerah yang tidak memiliki KKPRL.
Dia mengingatkan bahwa pelanggar dapat dikenakan sanksi administratif, seperti denda atau bahkan pembongkaran.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, melaporkan bahwa pemagaran sepanjang 30,16 km di Tangerang telah mengganggu ribuan nelayan dan pembudidaya ikan.
DKP mulai menerima laporan tentang hal ini sejak Juni 2024 dan melakukan inspeksi lapangan pada September 2024 untuk mencari solusi.
Analis Pertanahan, Paberio Napitupulu, menyatakan bahwa Kementerian ATR/BPN dapat mencabut sertifikat yang diterbitkan secara tidak sah untuk memastikan bahwa hanya wilayah darat yang dapat memiliki sertifikat hak atas tanah.
Baca juga: Viral Turis Kena Palak Tarif Tambahan di Tengah Laut
Sementara itu, Plt. Direktur Penataan Ruang Laut KKP, Suharyanto, menekankan pentingnya pengawasan untuk menghindari privatisasi ruang laut.
Ia menambahkan bahwa pemberian SHM di ruang laut bertentangan dengan UUD 1945, karena dapat merugikan hak masyarakat tradisional.
KKP telah melakukan investigasi sejak September 2024, termasuk menganalisis peta citra satelit dan rekaman geotagging selama 30 tahun terakhir. Hasilnya menunjukkan bahwa area tersebut tidak pernah berupa daratan dan didominasi oleh sedimentasi, bukan abrasi.
Diskusi yang melibatkan 16 kepala desa terkait pemagaran laut, perwakilan nelayan, dan pemerintah daerah maupun pusat ini bertujuan untuk memperluas pemahaman masyarakat tentang kewajiban KKPRL dalam pemanfaatan ruang laut serta menampung aspirasi masyarakat pesisir.
Suharyanto menyatakan bahwa kegiatan ini sejalan dengan arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, yang mendorong sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.
"Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan ruang laut yang sehat, aman, dan produktif untuk kesejahteraan bangsa," kata Suharyanto.
(Sumber: Antara)