Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan tiga orang tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembelian server dan storage fiktif yang dilakukan oleh PT Prakarsa Nusa Bakti (PNB) untuk PT Sigma Cipta Caraka (SCC) pada tahun anggaran 2017.
"Untuk tersangka RPLG dan tersangka AJ ditahan hari ini, Jumat, tanggal 10 Januari 2025 sampai dengan 29 Januari 2025 untuk 20 hari ke depan. Ditahan di Rutan KPK," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Sabtu 11 Januari 2025.
Baca Juga : KPK Selidiki Dugaan Pemalsuan Risalah Rapat Terkait Pengadaan LNG di Pertamina
Kedua tersangka dalam kasus ini adalah Roberto Pangasian Lumban Gaol (RPLG), yang menjabat sebagai Direktur PT Prakarsa Nusa Bakti, dan Afrian Jafar (AJ), seorang Pegawai di perusahaan yang sama. Sebelumnya, penyidik KPK telah menahan Imran Muntaz (IM), yang merupakan konsultan hukum, pada 8 Januari 2025, dan dia akan ditahan hingga 27 Januari 2025.
Asep mengungkapkan bahwa untuk proyek pembelian server dan storage tersebut, PT Sigma Cipta Caraka meminjam dana dari tiga bank dengan total pinjaman mencapai Rp294.744.315.185 (sekitar Rp 294,7 miliar).
Menurut auditor, kasus dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa ini telah menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan lebih dari Rp 280 miliar.
"Dari perhitungan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) didapatkan kerugian negara pada pekerjaan pembelian server dan storage oleh PT Prakarsa Nusa Bakti kepada PT Sigma Cipta Caraka lebih dari Rp 280 miliar," ujarnya.
Asep kemudian menjelaskan bahwa kasus ini bermula sekitar tahun 2016, ketika Roberto mengalihkan kepengurusan PT Prakarsa Nusa Bakti kepada Benny Saputra Lumban Gaol. Namun, meskipun kepengurusan sudah dialihkan, Roberto tetap mengelola kegiatan bisnis PT Prakarsa Nusa Bakti.
Baca Juga : KPK Buka Suara soal Pemeriksaan Ahok Terkait Kasus Korupsi Pengadaan LNG di Pertamina
Pada akhir 2016, Roberto, yang masih tercatat sebagai pemilik PT Prakarsa Nusa Bakti, berencana untuk membuka bisnis data center dan meminta bantuan Imran serta Afrian Jafar untuk mencari perusahaan yang dapat menyediakan pembiayaan bagi rencana tersebut.
Pada Januari 2017, Imran dan Afrian Jafar mengunjungi kantor PT Sigma Cipta Caraka dan bertemu dengan beberapa pejabat perusahaan, di antaranya Bakhtiar Rosyidi, (alm) Rusli Kamin selaku Staf Ahli Finance, serta VP Sales Taufik Hidayat dan Manager Sales Sandy Suherry.
"Pertemuan tersebut membahas penawaran RPLG melalui IM dan AJ agar PT Sigma Cipta Caraka dapat memberikan pendanaan kepada PT Prakarsa Nusa Bakti terkait rencana pengadaan data center," kata Asep.
Dalam proses tersebut, Bakhtiar menyetujui penawaran dari PT Prakarsa Nusa Bakti tanpa mendapatkan persetujuan dari direksi PT Sigma Cipta Caraka lainnya dan tanpa melakukan analisis risiko yang memadai.
Ia juga meminta Sandy Suherry untuk berkomunikasi dengan Afrian, yang merupakan perwakilan PT Prakarsa Nusa Bakti, guna menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk rencana pengadaan.
Pada Februari 2017, Imran, Bakhtiar Rosyidi, Rusli Kamin, dan Taufik Hidayat kembali mengadakan pertemuan untuk membahas cara-cara pembiayaan pengadaan data center milik PT Prakarsa Nusa Bakti.
Baca Juga : KPK Periksa Mantan Dirut Pertamina Nicke Widyawati
"Para pihak sepakat membuat skema financing dengan underlying pengadaan fiktif server dan storage system antara PT Sigma Cipta Caraka dengan PT Prakarsa Nusa Bakti," kata Asep.
Pada April 2017, Imran dan Afrian, yang mewakili PT Prakarsa Nusa Bakti, mengadakan rapat dengan sejumlah pejabat PT Sigma Cipta Caraka untuk membahas perihal cicilan pembayaran dan jangka waktu yang harus dipatuhi oleh PT Prakarsa Nusa Bakti.
Dalam rapat tersebut, Bakhtiar berjanji memberikan fee sebesar Rp 1,1 miliar kepada Imran dan Afrian sebagai makelar proyek antara kedua perusahaan.
Selanjutnya, Bakhtiar dan Rusli meminta bantuan Direktur PT Granary Reka Cipta, Tejo Suryo Laksono, untuk menyiapkan perusahaannya sebagai tempat penampungan dana.
Pada Juni 2017, Afrian memberitahukan kepada Roberto bahwa direksi PT Sigma Cipta Caraka telah menyetujui untuk menurunkan nilai pembayaran per termin menjadi total 9 termin.
Kemudian, Judi Achmadi, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Sigma Cipta Caraka (SCC), menyetujui dan menandatangani beberapa dokumen dengan tanggal yang telah disesuaikan (backdate), antara lain:
Perjanjian kerja sama antara PT Sigma Cipta Caraka dan PT Prakarsa Nusa Bakti tentang proyek pengadaan server dan storage senilai Rp266.327.613.241 (Rp 266,3 miliar), tertanggal 30 Januari 2017.
Surat Penetapan PT Granary Reka Cipta sebagai mitra pelaksana untuk pekerjaan server dan system storage, tertanggal 3 Februari 2017.
Baca Juga : Megawati: KPK Cuma Usut Kasus Kroco!
Perjanjian kerja sama antara PT Sigma Cipta Caraka dan PT Granary Reka Cipta tanggal 3 Februari 2017 yang dipecah menjadi 2 (dua) buah kontrak yaitu:
1. Perjanjian pengadaan perangkat System Storage Area Network dengan nilai Rp109.219.727.700 (Rp 109,2 miliar).
2. Perjanjian pengadaan perangkat System Server, Notebook, dan Workstation dengan nilai Rp127.588.714.533 (Rp 127,5 miliar).
Pada periode Juni–Juli 2017, PT Sigma Cipta Caraka melakukan transfer ke rekening bank atas nama PT Granary Reka Cipta sebesar Rp236.808.442.235 (Rp 236,8 miliar), yang berasal dari pinjaman PT Sigma Cipta Caraka kepada Bank DBS dan Bank BNI.
Kemudian, pada periode Juni–Agustus 2017, atas perintah Bakhtiar, Tejo Suryo meminta Dini Gardiani Laksono untuk mentransfer dana melalui rekening PT Granary Reka Cipta ke PT Prakarsa Nusa Bakti dengan total sebesar Rp236.754.621.108 (Rp 236,7 miliar).
Dana sebesar Rp236,7 miliar tersebut kemudian digunakan oleh Roberto untuk membayar angsuran kepada PT Sigma Cipta Caraka, membuka rekening deposito, dan juga untuk kepentingan pribadi.
Penyidik KPK juga menemukan bahwa Roberto menerima transfer dana dari rekening Bank Mandiri atas nama PT Prakarsa Nusa Bakti, yang juga berada di bawah penguasaannya.
Baca Juga : Ternyata Firli Bahuri Pernah Larang KPK Geledah Kantor DPP PDIP Terkait Harun Masiku
Rincian transfer uang yang diterima itu yakni:
1. Tanggal 19 Juni 2017, menerima transfer uang sebesar Rp21.700.157.850.
2. Tanggal 7 Juli 2017, menerima transfer uang sebesar Rp9.380.700.000.
3. Tanggal 21 Agustus 2017, menerima uang sebesar Rp26.954.510.429.
Dana tersebut diketahui digunakan oleh Roberto untuk keperluan pribadi dan penempatan deposito.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber Antara)