Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat menawarkan hadiah sebesar USD 25 juta atau sekitar Rp 407 miliar bagi siapa saja yang memberikan informasi yang mengarah pada penangkapan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Pengumuman ini muncul setelah Maduro dilantik untuk masa jabatan ketiganya selama enam tahun, di tengah kritik keras dari komunitas internasional dan oposisi Venezuela.
Dilansir dari BBC, enin, 13 Januari 2025, hadiah juga diberikan untuk informasi terkait penangkapan Menteri Dalam Negeri Venezuela Diosdado Cabello, sementara hadiah hingga USD 15 juta ditawarkan untuk Menteri Pertahanan Vladimir Padrino.
Selain AS, Inggris juga memberlakukan sanksi terhadap 15 pejabat tinggi Venezuela, termasuk hakim, anggota pasukan keamanan, dan pejabat militer. Kantor Luar Negeri Inggris menyatakan bahwa individu yang disanksi bertanggung jawab atas tindakan yang merusak demokrasi, supremasi hukum, dan pelanggaran hak asasi manusia. Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, bahkan menyebut rezim Maduro sebagai "penipu."
Baca Juga: Mike Johnson Kembali Terpilih Sebagai Ketua DPR Amerika Serikat
Pada hari Jumat, Uni Eropa mengumumkan perpanjangan sanksi terhadap Venezuela, mengkritik kurangnya kemajuan dalam memulihkan demokrasi dan supremasi hukum. Sanksi ini mencakup 15 pejabat Venezuela lainnya.
Kanada turut memberlakukan sanksi baru, dengan Menteri Luar Negeri Mélanie Joly mengecam Maduro atas "tindakan yang tidak tahu malu" terhadap demokrasi dan hak warga negara.
Maduro dan pemerintahannya telah menolak berbagai tuduhan dari negara-negara Barat dan oposisi.
Baca Juga: Jumlah Gelandangan di Amerika Serikat Meningkat, Kok Bisa?
Tawaran hadiah dari AS terkait dengan tuduhan narkotika dan korupsi yang muncul sejak 2020, ketika otoritas AS mendakwa Maduro dan pejabat senior Venezuela atas "terorisme narkotika." Mereka dituduh membanjiri AS dengan kokain dan menggunakan narkoba sebagai senjata untuk merusak kesehatan warga Amerika.
Maduro menyangkal semua tuduhan tersebut. Sebagai tanggapan atas situasi ini, AS memberlakukan kembali sanksi minyak setelah sempat melonggarkannya, dengan tujuan mendorong Maduro untuk mengadakan pemilu yang bebas dan adil.