Ntvnews.id, Jakarta - Prof. Bambang Hero Saharjo menanggapi tuduhan yang menyebut dirinya memberikan keterangan palsu terkait estimasi kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk pada 2015–2022.
Baca juga: Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Dede Ngaku Diarahkan Aep dan Iptu Rudiana Beri Keterangan Palsu
"Dia bilang saya membikin keterangan palsu. Keterangan palsunya itu seperti apa? Karena saya itu diminta secara resmi oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung dan kemudian tugas itu saya laksanakan," ujar Bambang dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta pada Senin, 13 Januari 2025.
Bambang menjelaskan bahwa menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014, pihak yang berwenang menghitung kerugian akibat kerusakan lingkungan adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi. Sebagai ahli lingkungan, Bambang telah memenuhi persyaratan sebelum memberikan perhitungan nilai kerugian tersebut.
"Untuk memastikan seperti apa kondisi awal dan sebagainya, saya menggunakan citra satelit itu. Jadi, saya tahu tahun 2015 kondisinya seperti apa, 2016, 2017, 2018, 2019, 2020, bahkan gambarnya pun jelas dilihat dari udara. Bahkan, saya ke lapangan," ungkapnya.
Jika ada pihak yang tidak setuju dengan hasil perhitungan itu, Bambang menyatakan bahwa keberatan seharusnya disampaikan di persidangan.
"Kalau memang tidak terima, seharusnya saat persidangan disampaikan. Nah, sekarang majelis hakim menerima hasil perhitungan saya yang itu digunakan oleh penyidik dan kemudian dilengkapi oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) sehingga dari Rp271 triliun kerusakan lingkungan itu menjadi Rp300 triliun," tambahnya.
Kasus ini mencuat setelah Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung, Andi Kusuma, melaporkan Prof. Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung pada Rabu, 8 Januari 2025.
Dalam laporan tersebut, Andi menuduh Prof. Bambang memberikan keterangan palsu sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini menyebut bahwa siapa pun yang memberikan keterangan palsu di atas sumpah dapat dipidana hingga 7 tahun penjara. Jika keterangan tersebut terkait perkara pidana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup, pelaku dapat dipidana hingga 9 tahun.
Permintaan untuk melakukan analisis kerugian negara ini berasal dari Kejaksaan Agung. Berdasarkan hasil perhitungan Prof. Bambang, kerugian lingkungan akibat aktivitas tambang di Bangka Belitung mencapai Rp271 triliun. Namun, angka tersebut menjadi kontroversial.
Andi Kusuma mempertanyakan keahlian Prof. Bambang dalam menghitung estimasi kerugian. Menurutnya, keterangan yang disampaikan oleh Bambang tidak sepenuhnya akurat atau dapat dipertanggungjawabkan, sehingga berpotensi merugikan pihak-pihak tertentu.
Meski demikian, Prof. Bambang menegaskan bahwa ia telah menjalankan tugasnya sesuai prosedur dan berdasarkan data yang valid. Ia juga menegaskan bahwa penilaiannya telah diterima oleh majelis hakim dan dijadikan dasar oleh penyidik untuk melengkapi temuan mereka.
(Sumber: Antara)