Ntvnews.id, Jakarta - Enam mantan pejabat PT Antam Tbk didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp3,31 triliun dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan komoditas emas Antam sebanyak 109 ton selama periode 2010–2022.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Syamsul Bahri Siregar, menyatakan bahwa keenam terdakwa diduga telah melakukan atau turut serta dalam perbuatan melawan hukum tersebut secara bersama-sama.
Baca Juga : Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp8.000 Jadi Rp1.560.000 per Gram
"Perbuatan tersebut telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ucap JPU, Selasa 14 Januari 2025.
Enam mantan pejabat PT Antam yang terlibat dalam kasus ini antara lain adalah Vice President (VP) Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam periode 2008–2011, Tutik Kustiningsih; VP UBPP LM Antam periode 2011–2013, Herman; serta Senior Executive VP UBPP LM Antam periode 2013–2017, Dody Martimbang.
Selanjutnya, ada General Manager (GM) UBPP LM Antam periode 2017–2019, Abdul Hadi Aviciena; GM UBPP LM Antam periode 2019–2020, Muhammad Abi Anwar; dan GM UBPP LM Antam periode 2021–2022, Iwan Dahlan.
Atas perbuatan mereka, keenam terdakwa diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bersama Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Baca Juga : Harga Emas Antam Naik Rp9.000 di Awal 2025, Segram Jadi Rp1.524.000
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan bahwa perbuatan enam mantan pejabat Antam tersebut dilakukan bersama-sama dengan tujuh terdakwa dari pihak swasta yang merupakan pelanggan jasa pemurnian dan peleburan emas. Tujuh terdakwa tersebut disidangkan secara terpisah, yaitu Lindawati Efendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu.
JPU mengungkapkan bahwa kasus ini bermula ketika Tutik, Herman, GM UBPP Logam Mulia pada tahun 2013, Tri Hartono, Dody, Abdul, Abi, dan Iwan menjalin kerja sama terkait emas cucian dan lebur cap emas dengan pihak ketiga (perorangan, toko emas, atau perusahaan) nonkontrak karya sepanjang periode 2010–2022.
"Kerja sama di antaranya dilakukan dengan Lindawati, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James, Djuju, Ho, serta Gluria," ucap JPU.
Namun, JPU melanjutkan bahwa kerja sama terkait emas cucian dan lebur cap emas yang dilakukan oleh Tutik, Herman, Tri, Dody, Abdul, Abi, dan Iwan dengan tujuh pelanggan swasta bukanlah bagian inti dari bisnis UBPP Logam Mulia.
Kerja sama ini diduga tidak dilengkapi dengan kajian bisnis intelijen dan analisis informasi potensi peluang yang akurat. Selain itu, tidak dilakukan kajian legal dan kepatuhan, kajian risiko, serta tidak ada persetujuan dari Dewan Direksi.
Baca Juga : Kasus Korupsi Emas 109 Ton, Kejagung Cuma Bisa Sita Emas Batangan 7,7 Kg
Kerja sama tersebut juga tidak melalui proses due diligence (uji tuntas) dan prosedur Know Your Customer (KYC), sehingga tidak diketahui sumber atau asal-usul emas yang dipasok dan diproduksi di UBPP Logam Mulia—apakah berasal dari pertambangan ilegal, pelanggaran HAM, pencucian uang, atau pendanaan terorisme.
Dalam kasus ini, Tutik, baik secara individu maupun bersama-sama dengan Herman, Tri, Dody, Abdul, Abi, dan Iwan, didakwa memberikan kemudahan kepada tujuh terdakwa dari pihak swasta serta pelanggan nonkontrak karya yang menggunakan jasa lebur cap atau pemurnian emas cucian.
Hal ini dilakukan dengan cara tidak menerapkan prosedur KYC atau uji tuntas terhadap bahan baku emas milik pelanggan.
Para pelanggan hanya diminta untuk menunjukkan identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Tim LBMA UBPP Logam Mulia, sehingga asal-usul perolehan bahan baku emas mereka tidak diketahui legalitasnya.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp3,31 triliun, yang telah memperkaya beberapa pihak. Lindawati memperoleh keuntungan sebesar Rp616,94 miliar, Suryadi Lukmantara Rp444,93 miliar, Suryadi Jonathan Rp343,41 miliar, dan James Rp119,27 miliar.
Selain itu, Djuju memperoleh Rp43,33 miliar, Ho Rp35,46 miliar, Gluria Rp2,07 miliar, dan pelanggan non-kontrak karya lainnya sebesar Rp1,7 triliun. (Sumber Antara)