Eks Ketua KPU Arief Budiman Diperiksa KPK Terkait Kasus Hasto Kristiyanto

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 15 Jan 2025, 14:18
thumbnail-author
Elma Gianinta Ginting
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indoensia (KPU RI) periode 2017-2022 Arief Budiman (AB) memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi penyidikan kasus dugaan korupsi suap dan perintangan penyidikan dengan tersangka Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/1/2024). Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indoensia (KPU RI) periode 2017-2022 Arief Budiman (AB) memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi penyidikan kasus dugaan korupsi suap dan perintangan penyidikan dengan tersangka Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/1/2024). (ANTARA (Fianda Sjofjan Rassat))

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia untuk periode 2017-2022, Arief Budiman (AB), memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi suap dan perintangan penyidikan dengan tersangka Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

"Benar, saksi AB, SB, dan SMG sudah hadir di gedung KPK untuk diperiksa," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, ketika dikonfirmasi di Jakarta pada Rabu, 15 Januari 2025.

Berdasarkan informasi yang diterima, hari ini penyidik KPK juga memeriksa Plt. Direktur Jenderal Imigrasi, Saffar Muhammad Godam (SMG), serta mantan terpidana kasus suap Harun Masiku, Saeful Bahri (SB).

Hingga kini, penyidik KPK belum memberikan keterangan mengenai materi pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang telah dipanggil tersebut.

Baca juga: KPK Periksa Plt. Dirjen Imigrasi Saffar Godam dalam Kasus Hasto

Pada Selasa, 24 Desember 2024, KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus Harun Masiku, yaitu Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa HK mengarahkan DTI untuk melobi anggota KPU, Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.

Selain itu, HK juga terlibat dalam pengaturan DTI untuk mengambil dan menyerahkan uang suap kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.

"HK bersama Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI memberikan suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 hingga 23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI dari Dapil Sumsel I," kata Setyo.

Penyidik KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice). Setyo menjelaskan bahwa tindakan Hasto dalam perkara ini mencakup beberapa peristiwa, antara lain:

  1. Pada 8 Januari 2020, saat operasi tangkap tangan oleh KPK, Hasto memerintahkan Nur Hasan, penjaga rumah aspirasi yang biasa digunakan sebagai kantor Hasto, untuk menelepon Harun Masiku agar merendam ponselnya dan segera melarikan diri.

  2. Pada 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi, dia memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel miliknya agar tidak ditemukan oleh KPK.

  3. Hasto juga mengumpulkan beberapa saksi terkait kasus Harun Masiku dan mengarahkan mereka untuk tidak memberikan keterangan yang jujur.

Harun Masiku sendiri ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemberian suap kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di KPU.

Baca juga: 2 Saksi Baru Diperiksa KPK Kasus Harun Masiku, Salah Satunya Notaris

Namun, Harun Masiku terus menghindar dari panggilan penyidik KPK dan telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam kasus ini adalah anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, yang kini sedang menjalani masa bebas bersyarat setelah menjalani hukuman 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.

(Sumber: Antara)

x|close