MA Bakal Pakai Aplikasi AI untuk Penunjukan Hakim

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 16 Jan 2025, 12:41
thumbnail-author
Elma Gianinta Ginting
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto (kiri) saat konferensi pers mengenai tanggapan MA atas penetapan tersangka terhadap mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono di Media Center MA, Jakarta, Rabu (15/1/2025). Juru Bicara Mahkamah Agung Yanto (kiri) saat konferensi pers mengenai tanggapan MA atas penetapan tersangka terhadap mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono di Media Center MA, Jakarta, Rabu (15/1/2025). (ANTARA (Fath Putra Mulya))

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) berencana untuk meningkatkan penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam sistem penunjukan majelis hakim yang menangani kasus, termasuk di pengadilan tingkat pertama, guna mencegah permasalahan serupa dengan kasus vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.

Juru Bicara MA, Yanto, menyampaikan dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu, 15 Januari 2025, bahwa penunjukan hakim agung untuk menangani suatu perkara telah menggunakan sistem yang disebut "Smart Majelis". Namun, sistem ini belum diterapkan pada pengadilan tingkat pertama atau tingkat banding.

"Di MA, kami sudah menggunakan sistem, yaitu mesin 'Smart Majelis' untuk menunjuk hakim. Sekarang, sudah beberapa bulan berjalan, kami menggunakan mesin untuk penunjukan, bukan Ketua lagi," jelas Yanto.

Dia menambahkan, susunan majelis hakim di pengadilan negeri dapat ditunjuk oleh ketua pengadilan atau didelegasikan kepada wakil ketua, sebagaimana diatur dalam Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus.

Baca juga: Komisi III Ungkap Mahkamah Agung Paling Banyak Diadukan ke DPR

Dengan penggunaan Smart Majelis, pemilihan hakim akan didasarkan pada kompetensi profesional mereka serta beban dan kompleksitas kasus yang ditangani. Yanto juga menyatakan bahwa sistem ini akan diperluas untuk diterapkan di pengadilan tingkat pertama dan banding.

"Mungkin dalam waktu mendatang, sistem ini akan diterapkan juga di daerah-daerah," tambahnya.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung telah menetapkan mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Ronald Tannur. Rudi diduga terlibat dalam pengaturan majelis hakim yang menangani kasus Ronald Tannur.

Rudi Suparmono ditangkap pada Selasa, 14 Januari 2025, dan langsung ditetapkan sebagai tersangka pada hari yang sama. Saat ini, Rudi ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa penangkapan Rudi berawal dari permintaan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR), yang meminta agar dikenalkan dengan Rudi, yang saat itu menjabat sebagai Ketua PN Surabaya.

Pada 4 Maret 2024, Zarof Ricar (ZR), mantan pejabat MA, menghubungi Rudi untuk memberitahukan bahwa LR ingin bertemu dengannya. Pada hari yang sama, LR mengunjungi PN Surabaya untuk bertemu Rudi di ruang kerjanya. ZR kini juga menjadi tersangka dalam kasus ini, sementara LR sudah berstatus terdakwa.

Baca juga: Panitera PN Surabaya Terima 10 Ribu Dollar Singapura dari Pengacara Ronald Tannur Belum Jadi Tersangka

Dalam pertemuan tersebut, LR meminta kepastian mengenai siapa yang akan menjadi anggota majelis hakim untuk kasus Ronald Tannur. Rudi memberitahukan bahwa hakim yang akan menangani adalah Erintuah Damanik (ED), Heru Hanindyo (HH), dan Mangapul (M), yang saat itu sedang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pada 5 Maret 2024, ED bertemu dengan Rudi dan diberitahukan bahwa ia ditunjuk sebagai ketua majelis, dengan anggota M dan HH, sesuai permintaan LR. Pada hari yang sama, surat penetapan susunan majelis hakim untuk menangani perkara Ronald Tannur diterbitkan.

Qohar menjelaskan lebih lanjut bahwa Rudi, yang kemudian dipindahkan menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, diduga menerima suap sebesar 20.000 dolar Singapura melalui terdakwa ED dan 43.000 dolar Singapura dari LR.

Karena perbuatannya, Rudi diduga melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Sumber: Antara)

x|close