Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah Arab Saudi memberikan apresiasi atas tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Saudi juga menyerukan penghentian "agresi Israel" di Gaza setelah 15 bulan konflik berlangsung.
"Kerajaan menegaskan pentingnya mematuhi kesepakatan tersebut dan menghentikan agresi Israel di Gaza," demikian pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Saudi yang dikutip dari Al Arabiya, Jumat, 17 Januari 2025.
Saudi juga meminta "penarikan penuh pasukan pendudukan Israel dari Jalur Gaza dan semua wilayah Palestina serta Arab lainnya, sekaligus pengembalian para pengungsi ke tempat asal mereka."
Baca Juga: Hamas Apresiasi Indonesia dan Negara-negara Lain yang Dukung Palestina
Pada bulan November lalu, Arab Saudi menjadi tuan rumah pertemuan gabungan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang menuding Israel telah melakukan "genosida" di Gaza.
Sementara itu, Qatar, yang bertindak sebagai mediator, mengumumkan bahwa gencatan senjata akan dimulai pada Minggu, 19 Januari 2025, bersamaan dengan pertukaran sandera dan tahanan. Pada tahap awal, seperti disepakati oleh Israel dan Hamas, 33 sandera akan dibebaskan terlebih dahulu.
Presiden AS Joe Biden juga mengonfirmasi kesepakatan gencatan senjata tersebut. Biden menyatakan bahwa gencatan senjata akan mencakup penghentian penuh operasi militer Israel di Gaza serta pembebasan semua sandera yang ditahan oleh Hamas.
Baca Juga: Qatar, Mesir, dan AS Pastikan Penerapan Gencatan Senjata Israel-Palestina
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyambut baik kesepakatan ini, dengan menyebutnya sebagai langkah untuk meringankan "penderitaan luar biasa akibat konflik." Guterres juga menyatakan kesiapan PBB untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina.
Konflik bermula pada 7 Oktober 2023, ketika Hamas melancarkan serangan ke Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan membawa 251 sandera ke Gaza. Serangan ini direspons oleh operasi militer besar-besaran dari Israel yang menewaskan lebih dari 46.000 warga Palestina, menurut data dari Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.