Ntvnews.id, Gunungkidul - M (44), seorang pria asal Kapanewon Panggang, Kabupaten Gunungkidul, menghadapi ancaman hukuman penjara selama lima tahun setelah tertangkap mencuri lima potong kayu sono brith di hutan negara Paliyan.
Menyampaikan alasannya, ia mengaku terpaksa mencuri karena kebutuhan mendesak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada usaha untuk menerapkan restorative justice agar M tidak dipenjara, namun hal tersebut gagal karena Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta menolak melaksanakan pendekatan tersebut.
M tertangkap mencuri kayu pada 25 Desember sekitar pukul 18.00 WIB. Ia dipergoki petugas patroli kehutanan saat sedang membawa kayu sono brith tersebut. Berikut adalah barang bukti yang diamankan:
Ilustrasi Penjara
Selain itu, petugas juga menyita barang-barang berikut:
M kemudian dibawa ke Polsek Paliyan untuk diproses lebih lanjut. "Setelah dicek, total ada lima potongan kayu dari hutan negara yang dicuri," ujar Kapolsek Paliyan, AKP Ismanto, di Polres Gunungkidul pada Kamis (16/1). Ia diketahui mencuri kayu dengan memanfaatkan kelengahan petugas patroli.
Menurut keterangan polisi, M mengaku baru pertama kali mencuri kayu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Bukan hanya itu, ia juga tidak bisa menjadi restorative justice karena polisi mengaku bahwa hal tersebut bukan ranahnya.
Petani Curi Kayu di Gunungkidul Terancam 5 Tahun Bui (Instagram)
Ketika ditanya mengenai kemungkinan penerapan restorative justice, Kepala Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta, Sabam Benedictus Silalahi, dengan tegas menyatakan penolakan. Alasannya adalah pihaknya sudah sering memperingatkan masyarakat bahwa pencurian kayu akan tetap diproses hukum, apapun alasannya.
Berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf b juncto Pasal 12 huruf b, Pasal 83 ayat (1) huruf b juncto Pasal 12 huruf e, serta Pasal 84 ayat (1) juncto Pasal 12 huruf f dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.
Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara dengan durasi minimum satu tahun dan maksimum lima tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku menghadapi dampak hukum yang signifikan akibat tindakannya.