Ntvnews.id, Gaza - Gencatan senjata di Gaza, Palestina, telah dimulai setelah konflik yang berlangsung sejak Oktober 2023 dan menimbulkan kehancuran besar. Serangan dari pihak Israel mengakibatkan lebih dari 46.913 korban jiwa di Gaza.
Dilansir dari Al Jazeera, Senin, 20 Januari 2025, Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa jumlah korban luka mencapai 110.750 sejak pecahnya konflik pada 7 Oktober 2023. Sebagian besar korban yang tewas adalah anak-anak, perempuan, dan orang tua.
Angka tersebut diperkirakan masih lebih besar karena sekitar 10.000 jasad diduga terkubur di bawah reruntuhan bangunan di seluruh wilayah Gaza.
Konflik ini dimulai dengan dalih Israel menghancurkan Hamas, yang sebelumnya menyerang wilayah mereka, menewaskan 1.200 orang, dan menyandera ratusan lainnya.
Baca Juga: Trump Peringatkan Akan Terjadi Kekacauan Besar Jika Gencatan Senjata Gaza Gagal
Setelah melalui negosiasi yang panjang, Israel dan Hamas akhirnya menyepakati gencatan senjata yang berlaku mulai Minggu, 19 Januari 2025. Namun, pelaksanaannya sempat tertunda dari jadwal awal pukul 08.30 waktu setempat karena masalah daftar sandera.
Israel menunda pelaksanaan gencatan senjata karena menganggap Hamas belum memenuhi kesepakatan, yaitu menyerahkan daftar tiga sandera yang akan dibebaskan. Akibatnya, Israel melanjutkan serangan yang menewaskan 10 orang di Gaza sebelum gencatan senjata benar-benar dimulai pada pukul 11.15 waktu setempat setelah daftar tersebut diterima.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Israel akan membebaskan sekitar 95 tahanan Palestina, yang sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak-anak.
Warga Gaza menyambut gencatan senjata ini dengan harapan yang bercampur kekhawatiran. Mereka khawatir perjanjian bisa dilanggar kapan saja.
Baca Juga: 1.977 Tahanan Palestina Akan Bebas Ditukar 33 Warga Israel di Gaza
Anwar, seorang pengungsi Palestina, berharap dapat kembali ke kampung halamannya di Rafah, meskipun rumahnya hancur akibat perang.
“Saya akan ke sana dan mencari tempat untuk mendirikan tenda, agar bisa tinggal bersama keluarga saya yang terdiri dari delapan orang. Saya harus kembali ke kota saya, tempat saya dilahirkan. Ini semua seperti mimpi buruk, seolah-olah kami sedang bermimpi dan akhirnya terbangun,” ungkapnya kepada Al-Jazeera di Khan Younis.
Anwar bersyukur gencatan senjata akhirnya tercapai setelah harus bertahan di tenda yang rapuh tanpa cukup makanan dan air.
“Alhamdulillah, terima kasih kepada Allah atas segalanya. Saya berharap gencatan senjata ini terus berlanjut, tidak ada kesulitan lagi di masa depan, dan semuanya akan membaik,” harapnya.