Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) menyatakan bahwa tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia yang memicu pembekuan otak di Indonesia sebagai efek samping dari vaksin COVID-19 AstraZeneca.
Melalui Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Ketua Komnas PP KIPI, Prof Hinky Hindra Irawan Satari, menegaskan bahwa keamanan dan manfaat vaksin telah melalui berbagai tahapan uji klinis yang melibatkan jutaan orang sebelum mendapatkan izin edar.
“Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulaiuji klini tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar,” kata Prof Hinky dikutip dari Antara, Jumat, 3 Mei 2024.
Hinky menjelaskan bahwa Komnas KIPI secara aktif dan pasif melakukan surveilans terhadap keamanan vaksin COVID-19, termasuk pemantauan terhadap sindrom trombosis dengan trombositopenia (TTS) yang diduga berkaitan dengan vaksin AstraZeneca, sesuai rekomendasi WHO.
Survei dilakukan di 14 rumah sakit di tujuh provinsi selama lebih dari satu tahun. Meskipun demikian, tidak ditemukan kasus TTS yang terkait dengan vaksin AstraZeneca.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah vaksinasi COVID-19 terbesar di dunia, dengan lebih dari 453 juta dosis vaksin disuntikkan, termasuk 70 juta dosis vaksin AstraZeneca.
Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif setelah survei aktif selesai dan hingga saat ini tidak ada laporan kasus TTS yang terkait dengan vaksin AstraZeneca.
Dilansir dali laman Kemenkes, TTS merupakan penyakit yang menyebabkan pembekuan darah dan penurunan trombosit darah. Meskipun kasusnya jarang, bisa menyebabkan gejala serius seperti pusing, mual, pegal di kaki, dan bercak biru pada tempat suntikan.
Hinky menegaskan bahwa jika gejala tersebut muncul 4-42 hari setelah vaksinasi, kemungkinan besar bukan disebabkan oleh vaksin. Masyarakat diimbau untuk melaporkan kejadian ikutan pasca-imunisasi kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat.
“Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” jelasnya.