Heboh! Ada Ratusan SHGB dan SHM di Pagar Laut Tangerang, Komisi II DPR: Jika Benar Ilegal, Kita Dorong Proses Penegakan Hukum

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 22 Jan 2025, 15:59
thumbnail-author
Ramses Manurung
Penulis & Editor
Bagikan
Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda dalam Dialog NTV Prime di Nusantara TV Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda dalam Dialog NTV Prime di Nusantara TV

Ntvnews.id, Jakarta - Kontroversi seputar pagar bambu misterius sepanjang 30,16 kilometer masih terus jadi sorotan publik. Terlebih setelah terkuak fakta bahwa ada 263 sertifikat dalam bentuk SHGB dan SHM di kawasan laut tempat terpasangnya pagar bambu tersebut. Hal ini dibenarkan oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid.

Sementara Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan di dalam laut saya perlu sampaikan kalau di itu tidak boleh ada sertifikat jadi itu sudah jelas ilegal.

Merespons hal ini, Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan jika benar ratusan SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang itu ilegal. Tidak bisa ditoleransi dan perlu dilakukan penegakan hukum.

Namun Rifqi menegaskan pihaknya tak ingin terburu-buru menyampaikan kesimpulan sebelum melakukan kajian mendalam dan menyeluruh terkait SHGB dan SHM di kawasan pagar laut Tangerang tersebut. Untuk itu, Komisi II DPR RI akan meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk memaparkan ratusan SHGB dan SHM itu.

"Secara substansi saya belum bisa terlalu banyak berkomentar. Kami akan meminta kepada Kementerian ATR/BPN untuk bisa memaparkan 230 lebih sertifikat HGB itu. Itu bidang tanahnya di mana saja? Lalu kita akan cocokkan dengan tata ruangnya. Dan tentu dengan secara objektif kita akan bisa memberikan komentar. Kira-kira pada saat penerbitan sertifikat mulai tahun 1982 sampai dengan sertifikat terakhir itu positiononingnya seperti apa," kata Muhammad Rifqinizamy Karsayuda dalam Dialog NTV Prime di Nusantara TV.

"Secara materil kalau itu berada di laut saya kira tidak ada toleransi. Sertifikat HGB itu jelas-jelas bertentangan secara yuridis. Namun demikian izinkan Kami menggunakan kewenangan pengawasan yang kami miliki dengan objektif berdasarkan data. Dan kami akan runtut ke seluruh sertifikat HGB itu. Untuk dilihat satu-persatu sesuai dengan tahun terbitnya dan bagaimana kondisi pada saat penerbitannya? Dan bagaimana kondisi pada saat sekarang ini?" imbuhnya.

Lebih lanjut Rifqi menyatakan kalau memang pada saat sekarang ini kondisinya tidak layak dan tidak memiliki alas hak untuk diterbitkannya HGB. Maka menurutnya proses koreksi sebagaimana ketentuan di dalam Undang-undang Pokok Agraria itu memungkinkan untuk dilakukan.

Rifqi mengaku memilih untuk berpikir positif terlebih dahulu terkait SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang tersebut.

"Pada saat sertifikat HGB itu terbit itu masih daratan. Kemudian terjadi abrasi. Nah sekarang kondisi eksistingnya sudah engga ada tanahnya. Nyatanya laut semua. Kalau yang begitu menurut pandangan saya kita masih bisa tolerir walaupun harus dikoreksi karena yang di wilayah laut tentu harus dikeluarkan dari HGB-nya. Tetapi kalau kemudian diterbitkan sejak awal itu adalah kawasannya adalah laut itu kan jelas tidak memiliki alas hukum, tidak memiliki alas hak. Itulah yang disebut oleh Mas Trenggono (Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono) mungkin sebagai SHGB yang ilegal. Karena memang tidak memiliki alas hukum yang benar," tuturnya.

"Nah hari ini ada Walhi, ada banyak NGO yang juga menyoroti persoalan ini. Komisi II DPR membuka diri untuk mari kita lihat persoalan ini dengan objektif. Karena belum selesai urusan Jakarta dan Bekasi hari ini muncul lagi di Surabaya yang juga jumlahnya cukup mencengangkan. Saya kira di banyak tempat juga," imbuhnya.

Rifqi mengungkapkan dalam diskusi internal di Komisi II DPR, ada juga yang menyampaikan di beberapa tempat ada tambak-tambak di sekitar bakau dan seterusnya. Yang memang itu bisa dikeluarkan sertifikasi tanah apakah itu sifatnya adalah HGB dan seterusnya.

"Saya bilang hal-hal seperti ini mari kita cermati betul. Jangan sampai juga mengatasnamakan misalnya wilayah untuk perikanan tambak pakai HGB tapi peruntukannya justru bukan untuk itu. Nah hal-hal ini jujur kami harus lihat dengan baik dengan betul. Prinsip dasarnya jika itu melanggar hukum Komisi II DPR RI tentu akan sangat tegas meminta kepada Menteri ATR/BPN. Satu, untuk mencabut sertifikat itu. Yang kedua untuk melakukan tracing kepada pihak-pihak mana saja yang menerbitkan sertifikat yang kalau betul adalah ilegal seperti pernyataan Menteri KKP. Dan yang ketiga tentu kita mendorong agar ada proses penegakan hukum terhadap hal ini," pungkasnya.

x|close