Ntvnews.id, Jakarta - Jaksa penyidik dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kejati DKI) telah memeriksa Wali Kota Jakarta Barat, Uus Kuswanto, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI.
"Ada 10 orang saksi diperiksa terkait perkara tersebut, salah satunya Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto," kata Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, Kamis 23 Januari 2025.
Baca Juga : Eks Kadisbud DKI Diperiksa Kejati sebagai Tersangka Korupsi
Syahron mengungkapkan bahwa pemeriksaan dilakukan pada Kamis ini dengan meminta keterangan dari para saksi.
Saksi lainnya yang turut diperiksa adalah Mantan Kabid Pemanfaatan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dengan inisial CRS, Direktur PT. Karya Mitra Seraya berinisial NI, Direktur PT. Acces Lintas Solusi berinisial EPT, Direktur PT. Nurul Karya Mandiri berinisial PSM, serta manajemen sanggar dengan inisial R, RNV, EP, F, dan YA.
“Pemeriksaan saksi merupakan bagian dari prosedur hukum yang dilakukan untuk mendapatkan informasi, klarifikasi, memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas terkait perkara tersebut,” ungkapnya.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi senilai Rp150 miliar yang melibatkan Dinas Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta.
Tiga tersangka tersebut berinisial IHW, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-01/M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 2 Januari 2025; MFM, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-02/M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 2 Januari 2025; dan GAR, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-03/M.1/Fd.1/01/2025 tanggal 2 Januari 2025.
Baca Juga : Kejati Jakarta Periksa 3 Saksi dalam Kasus Korupsi Dinas Kebudayaan DKI
Tersangka IHW, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan DKI, bersama dengan tersangka MFM, yang menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Kabid Pemanfaatan, serta tersangka GAR, sepakat untuk menggunakan tim EO (event organizer) milik mereka dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Selain itu, tersangka MFM dan GAR juga sepakat untuk menggunakan sanggar fiktif dalam pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) yang digunakan untuk pencairan dana kegiatan Pergelaran Seni dan Budaya.
Tindakan yang dilakukan oleh IHW, MFM, dan GAR bertentangan dengan beberapa peraturan, termasuk UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Baca Juga :Pemprov DKI Akui Ada Penggeledahan oleh Kejati di Kantor Dinas Kebudayaan Jakarta
Pasal yang disangkakan kepada para tersangka adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Sumber Antara)