Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tak takut dengan oligarki. Ini dinyatakan Titiek, terkait adanya pagar laut di Tangerang, Banten yang diduga milik korporasi besar yang merupakan oligarki.
"(KKP tak perlu) Takut melawan oligarki," ujar Titiek usai rapat kerja dengan Trenggono, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025.
Sebab, apa yang dilakukan KKP dan DPR yakni membongkar pagar laut Tangerang, merupakan kepentingan dan keinginan rakyat.
"Karena kita DPR sebagai wakil rakyat, Kementerian juga menjalankan tugasnya juga untuk melaksanakan untuk kepentingan rakyat juga," tuturnya.
Titiek kembali meminta KKP maupun Trenggono tak takut menghadapi oligarki yang diduga di balik pagar laut Tangerang. Sebab, DPR ada di belakang mendukung langkah KKP.
"Jadi, saya rasa tanpa perlu dikasih tahu, kita juga menekankan bahwa kementerian tidak perlu takut dengan oligarki karena kami dari DPR ada di belakang Kementerian," jelas putri Presiden ke-2 RI Soeharto ini.
Sebelumnya, Komisi IV DPR RI meminta KKP segera mengungkap siapa pemilik pagar laut di Tangerang, Banten. Sebab hal itu dinanti masyarakat.
Walau meminta segera diungkap, kata Titiek Soeharto pihaknya tetap memberikan waktu kepada KKP, karena persoalan ini melibatkan lintas kementerian dan lembaga.
"Karena ini terkait dengan Kementerian-kementerian atau lembaga-lembaga lain jadi kita beri waktu lah," ujar Titiek.
"Mudah-mudahan secepat-cepatnya bisa terungkap siapa yang ada di balik semua ini," imbuhnya.
Menurut Titiek, pihaknya maupun masyarakat ingin tahu siapa pemilik pagar tersebut. Sebab, sesungguhnya perbuatan memagari laut tak diperbolehkan.
"Secepatnya, karena ini dari Kementerian. Namun demikian kami menuntut agar KKP melakukan penyelidikan agar diketahui siapa pemilik dan yang melakukan pembuatan pagar ini di lautan yang sebetulnya tidak boleh dipagar dikavling oleh siapa pun," papar politikus Gerindra ini.
"Kami meminta KKP supaya mengungkapkan ini kepada masyarakat. Karena masyarakat menunggu ini siapa," sambungnya.
Trenggono sendiri menjelaskan mengapa dirinya sempat menolak membongkar pagar laut di Tangerang. Ia memaparkan mengapa kementerian pimpinannya hanya sebatas menyegel pagar misterius tersebut.
Hal ini ia paparkan dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis, 23 Januari 2025.
Menurut Trenggono, hal yang utama harus dilakukan saat menemukan pagar laut tersebut, ialah mengecek secara administratif apakah ada Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) Laut yang dikeluarkan. Setelah dipastikan, barulah tindakan selanjutnya diambil.
"Setelah diketahui tidak ada, maka pada hari itu dilakukan (oleh kami) penyegelan," ujar Trenggono di ruang rapat Komisi IV DPR RI, Senayan, Jakarta.
"Itu tahapan pertama begitu," imbuhnya.
Trenggono mengungkapkan, pihaknya sudah berkali-kali melakukan penindakan terhadap persoalan seperti ini. Penyegelan sudah dilakukan ratusan kali terhadap perkara serupa. Jadi bukannya mendiamkan.
"Karena memang kita sudah melakukan penyegelan ratusan kali. Penyegelan itu tidak hanya di sini, di seluruh Indonesia kita lakukan. Yang kalau tidak salah ada 196 kasus yang kita lakukan," papar dia.
"Cuma tidak terberitakan seperti ini, karena mungkin tidak terlalu menarik," imbuhnya.
Trenggono menuturkan, pemerintah sesungguhnya tak bisa langsung membongkar pagar. Alasan lainnya, karena ada biaya yang harus dikeluarkan dan dipertanggungjawabkan.
"Kita tidak bisa ke mana-mana. Misalnya contoh begini, tiba-tiba kemudian dibongkar misalnya begitu. Jujur saja kan membongkar kan ada bujetnya juga," papar Trenggono.
"Lalu yang kedua kalau kita dipertanyakan sama bapak-ibu di sini, 'Itu budgetnya dari mana?', atau nanti jadi temuan BPK terus siapa yang tanggung jawab? Kan pusing juga kita," sambungnya.
Selain itu, sesungguhnya pemilik lah yang berkewajiban membongkar pagar sepanjang 30,16 km tersebut. Hal itu bakal dilakukan setelah adanya keputusan yang menjelaskan siapa pemilik, dan adanya sanksi yang dijatuhkan.
"Keputusannya itu begitu nanti ditemukan siapa yang memasang, ketahuan, denda selain denda juga dia harus membongkar, yang bersangkutan yang membongkar, bukan kita yang membongkar," tandasnya.