Ntvnews.id, New Delhi - Pemerintah India sedang menyelidiki kematian misterius yang terjadi di Desa Jammu dan Kashmir, di mana sebagian besar korban adalah anak-anak.
Dilansir dari BBC, Jumat, 24 Januari 2025, sebanyak 17 orang telah meninggal dunia sejak 7 Desember 2024 di desa terpencil Badhal, distrik Rajouri, Jammu. Dari jumlah tersebut, 12 korban adalah anak-anak.
Desa tersebut telah ditetapkan sebagai zona penahanan. Namun, pejabat setempat menyatakan bahwa penyakit yang menyebabkan kematian ini tampaknya tidak menular dan tidak ada kekhawatiran akan munculnya epidemi.
Baca Juga: Balita hingga Lansia Berisiko Infeksi Paru Jika Terpapar Virus HMPV
Dr. AS Bhatia, kepala rumah sakit setempat, melaporkan bahwa lima pasien—empat di antaranya anak-anak—mengalami gejala muntah dan diare. Beberapa pasien lainnya mengeluhkan sakit tenggorokan dan gangguan pernapasan.
Menurut Bhatia, gejala yang dialami para korban serupa dengan keracunan makanan. Banyak dari mereka kemudian kehilangan kesadaran sebelum meninggal.
Pemerintah India telah membentuk tim investigasi khusus untuk menyelidiki insiden ini. Tim tersebut, yang terdiri dari polisi, ahli patologi, dan spesialis lainnya, telah memeriksa puluhan orang sejauh ini.
Penyelidikan awal menunjukkan bahwa kematian kemungkinan disebabkan oleh makanan dan air yang terkontaminasi. Penduduk desa telah diberi peringatan untuk tidak mengonsumsi air dari mata air setempat setelah hasil uji sampel menunjukkan adanya jejak pestisida dalam air tersebut.
Baca Juga: Benarkah HMPV Virus Buatan Laboratorium dan Bakal Jadi Pandemi Selanjutnya?
Kematian ini terjadi antara 7 Desember hingga 19 Januari, melibatkan anggota tiga keluarga yang memiliki hubungan kekerabatan. Di antara korban, enam anak yang meninggal adalah saudara kandung dengan rentang usia 7 hingga 15 tahun. Rumah-rumah keluarga korban kini telah disegel.
Saat ini, setidaknya 10 orang dirawat di rumah sakit di Rajouri, Jammu, dan kota Chandigarh. Dr. Shuja Quadri, seorang ahli epidemiologi di Government Medical College di Rajouri, menyatakan bahwa penyakit tersebut bersifat terlokalisasi. Ia juga mengesampingkan kemungkinan penyebab infeksi virus, bakteri, protozoa, atau zoonosis.
Dari kelompok pasien yang dirawat pada 12 Desember, lima orang, termasuk seorang anak berusia satu tahun, telah sembuh.
"Ini adalah secercah harapan bagi kami," kata Dr. Bhatia.