Kontroversi Vonis Harvey Moeis, Mantan Wakil Ketua KPK Soroti Pelanggaran Peraturan MA

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 28 Jan 2025, 19:14
thumbnail-author
Akbar Mubarok
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif dalam jumpa pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Jakarta Pusat, Selasa 28 januari 2025. Mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif dalam jumpa pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Jakarta Pusat, Selasa 28 januari 2025. ((Antara))

Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif, menyatakan bahwa vonis yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis, tidak sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA) yang berlaku.

"Sudah ada peraturan MA tentang panduan untuk pemberian hukuman, termasuk khususnya yang berhubungan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Memang putusan yang pertama tidak mengikuti panduan yang MA," kata Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Selasa 28 Januari 2025.

Dalam jumpa pers terkait Gerakan Nurani Bangsa (GNB), Laode M. Syarif menjelaskan bahwa Peraturan Mahkamah Agung (MA) telah mengatur pedoman pemidanaan yang ideal berdasarkan nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi. Panduan ini memberikan kerangka bagi hakim dalam menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan tingkat kerugian negara.

Baca Juga : Rekening Hakim yang Vonis Ringan Harvey Moeis Diancam Dibocorkan, MA: Kalau Ada, Laporkan!

Namun, Laode tidak memberikan penjelasan mengenai vonis yang seharusnya dijatuhkan kepada Harvey Moeis jika merujuk pada panduan MA tersebut. Ia juga memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh mengenai keputusan hakim dalam kasus ini.

Sebagai informasi, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Salinan Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur tata cara pengkategorian kerugian negara berdasarkan nilai korupsi.

Dalam Pasal 6 ayat 1, kerugian negara dikategorikan sebagai berikut:

1. Paling berat: Jika kerugian negara melebihi Rp100 miliar,

2. Berat: Lebih dari Rp25 miliar,

3. Sedang: Antara Rp1 miliar hingga Rp25 miliar,

4. Ringan: Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Selain itu, peraturan MA ini juga mengatur panduan bagi hakim dalam menilai tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan yang diperoleh pelaku, yang dikelompokkan menjadi tiga kategori: tinggi, sedang, dan rendah.

Berikut ini adalah pedoman pertimbangan hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 8 peraturan MA.

"Dalam hal mengadili perkara Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tingkat kesalahan, dampak, dan keuntungan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a ditentukan berdasarkan:

Baca Juga : Tanggapan MA soal Vonis Harvey Moeis yang Dianggap Publik Terlalu Ringan

a. Aspek Kesalahan Tinggi

1. Terdakwa memiliki peran yang sangat signifikan dalam terjadinya tindak pidana korupsi, baik dilakukan secara mandiri maupun bersama-sama.

2. Terdakwa berperan sebagai penganjur atau orang yang menyuruh melakukan tindak pidana korupsi.

3. Terdakwa melancarkan aksinya dengan menggunakan modus operandi atau teknologi canggih.

4. Terdakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam situasi bencana atau krisis ekonomi berskala nasional.

b. Aspek Dampak Tinggi

1. Perbuatan terdakwa menimbulkan dampak atau kerugian dalam skala nasional.

2. Perbuatan terdakwa menyebabkan hasil pekerjaan atau pengadaan barang/jasa sama sekali tidak dapat dimanfaatkan.

3. Perbuatan terdakwa menyebabkan penderitaan bagi kelompok masyarakat rentan, seperti orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, perempuan hamil, dan penyandang disabilitas.

c. Aspek Keuntungan Terdakwa Tinggi

1. Nilai harta benda yang diperoleh terdakwa dari tindak pidana korupsi melebihi 50% dari total kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam perkara yang bersangkutan.

2. Nilai pengembalian kerugian keuangan negara oleh terdakwa kurang dari 10% dari nilai harta benda yang diperoleh dalam perkara tersebut.

Baca Juga : Vonis 6,5 Tahun Harvey Moeis, MA: Mohon Bersabar

Sebagai informasi, Harvey Moeis, yang bertindak sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), divonis pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan terkait kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada periode 2015–2022.

Hakim Ketua, Eko Aryanto, menyatakan bahwa Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan secara bersama-sama.

"Hal ini sebagaimana dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer," kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Dengan demikian, Harvey Moeis dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.

Baca Juga : Data Pribadi Hakim Eko Aryanto Diretas Usai Vonis Ringan Harvey Moeis, Pelaku Ancam Sebar Aliran Dana

Selain pidana penjara, Harvey juga dijatuhi hukuman berupa denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan jika tidak dibayar, denda tersebut akan diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Majelis Hakim juga memberikan pidana tambahan kepada Harvey, yaitu pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan ketentuan jika tidak dibayar, akan diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Dalam menjatuhkan putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan. Faktor yang memberatkan, antara lain, adalah perbuatan Harvey dilakukan di tengah upaya negara yang sedang giat memberantas tindak pidana korupsi.

"Sementara hal meringankan, yaitu terdakwa berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum," ucap Hakim Ketua menambahkan.

Selain Harvey, dalam persidangan yang sama turut hadir Suparta, Direktur Utama PT RBT, serta Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, untuk mendengarkan pembacaan putusan oleh majelis hakim.

(Sumber Antara)

x|close