Komisi III DPR Minta Aparat Tegakkan UU SPPA untuk Penuhi Hak Anak Berhadapan dengan Hukum

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 30 Jan 2025, 18:50
thumbnail-author
Akbar Mubarok
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (30/1/2025), terkait dengan dugaan kasus salah tangkap anak di bawah umur oleh Polres Tasikmalaya Kota. Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (30/1/2025), terkait dengan dugaan kasus salah tangkap anak di bawah umur oleh Polres Tasikmalaya Kota. ((Antara))

Ntvnews.id, Jakarta - Komisi III DPR mengimbau agar aparat penegak hukum selalu mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dalam memastikan pemenuhan hak-hak anak berhadapan dengan hukum (ABH), termasuk pihak Polri, kejaksaan, dan pengadilan.

Pernyataan ini merupakan salah satu kesimpulan dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang membahas dugaan kesalahan prosedur dalam penanganan kasus empat anak di bawah umur yang ditangkap oleh Polres Tasikmalaya Kota.

Baca Juga : Komisi III DPR Dorong Pemanfaatan CCTV untuk Tingkatkan Transparansi Penegakan Hukum

"Kami berkomunikasi resmi dengan pihak Mahkamah Agung dengan tidak mengintervensi perkaranya, terkait pemenuhan hak-hak anak, kami mendorong pemenuhan hak-hak anak ini dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku," kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, Kamis 30 Januari 2025.

Sebelumnya, Habiburokhman menginterogasi Kapolres Tasikmalaya Kota AKBP Moh Faruk Rozi mengenai dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh tim penyidik Polres Tasikmalaya Kota.

Dugaan tersebut terkait dengan tidak dilibatkannya orang tua atau kuasa hukum empat anak berhadapan dengan hukum (ABH) saat pembuatan berita acara perkara (BAP) dalam kasus dugaan pengeroyokan terhadap Muhamad Taufik dan Aji Gustiawan di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 17 November 2024.

"Orang tua mendampingi langsung, kami menghubungi orang tua pada saat mereka setelah diinterogasi," jawab Faruk.

Habiburokhman kemudian menegaskan kembali, "Jadi pada hari itu juga orang tua hadir untuk mendampingi?"

Baca Juga : KPK Periksa Sopir Saeful Bahri dalam Kasus Dugaan Suap PAW DPR

"Siap, bapak," balas Faruk mengkonfirmasi.

Faruk juga menjelaskan bahwa keempat anak berhadapan dengan hukum (ABH) tersebut sempat ditempatkan di ruang tahanan anak khusus yang ada di Polsek Tawang.

"ABH kami tempatkan di ruang khusus tahanan anak yang ada di Polsek Tawang karena memang di Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya kami tidak mempunyai ruang tahanan khusus anak," tuturnya.

Habiburokhman kemudian mempersilakan Yulida, orang tua dari salah satu ABH berinisial DW, untuk memberikan konfirmasi terkait pernyataan Faruk mengenai adanya pendampingan orang tua saat pembuatan BAP.

"Enggak tidak sama sekali (mendampingi). Saya waktu itu ditelpon sama Ibu Kanit jam 23.00 malam lebih 15 menit, saya langsung ke Polres Tasikmalaya Kota. Saya waktu itu langsung ke ruangan penyidik terus habis dibilangi, 'Ini orang tua siapa? Silakan tunggu saja di lobi'," kata Yulida.

Baca Juga : Soal Hasil Survei Tingkat Kepuasan Pemerintahan Prabowo, Ini Respons Ketua DPR

Dia menegaskan bahwa tidak mendampingi anaknya saat pembuatan BAP pada malam 30 November 2024, dan baru mendampingi ketika berkas BAP harus ditandatangani pada pagi hari tanggal 1 Desember 2024.

"Didampingi waktu disuruh tanda tangan sudah jam 09.00 pagi itu tanggal 1 Desember, bukan waktu BAP, waktu diketik pengakuan anak saya, saya tidak pernah mendampingi anak saya. Sama yang lain juga sama pak, orang tua-orang tua lainnya juga sama (tidak mendampingi)," kata dia.

Selain tidak mendapatkan hak untuk memberikan pendampingan, Yulida juga mengaku menduga anaknya mengalami tindak kekerasan selama pemeriksaan berlangsung.

"Kusut banget mukanya waktu itu habis disiksa, Pak," ungkapnya.

(Sumber Antara)

x|close