Nusron Wahid Bongkar Identitas 2 Perusahaan Pemilik SHGB Pagar Laut Bekasi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 31 Jan 2025, 15:41
thumbnail-author
Elma Gianinta Ginting
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid (kiri) dalam jumpa pers seusai rapat dengan Komisi II DPR RI di Jakarta, Kamis (30/1/2025). Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid (kiri) dalam jumpa pers seusai rapat dengan Komisi II DPR RI di Jakarta, Kamis (30/1/2025). (ANTARA (Harianto))

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa terdapat dua perusahaan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) terkait dengan pagar laut yang ada di perairan Bekasi, Jawa Barat.

Dalam rapat dengan Komisi II DPR RI di Jakarta pada Kamis, 30 Januari 2025, Nusron menjelaskan bahwa perusahaan pertama yang memiliki SHGB di Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Bekasi adalah PT CL.

Sertifikat SHGB milik PT CL diterbitkan pada tahun 2012, 2015, 2016, 2017, dan 2018.

"SHGB ini terbit di laut dengan luas 509,795 hektare. Untuk PT CL, ada 78 bidang dengan luas 90 hektare," jelas Nusron.

Perusahaan kedua yang memiliki SHGB adalah PT MAN, yang memiliki 268 bidang dengan luas 419,6 hektare. SHGB untuk perusahaan ini diterbitkan pada tahun 2013, 2014, dan 2015.

Baca juga: Nusron Wahid Bakal Cek Sertifikat Pagar Laut di Subang, Sumenep dan Pesawaran

"Setelah kami teliti, sebagian besar wilayah ini berada di luar garis pantai, yang kami tandai dengan warna merah," tambah Nusron sambil menunjukkan peta kepada anggota DPR dalam rapat tersebut.

Nusron menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa langsung membatalkan SHGB tersebut karena kementeriannya tidak dapat menggunakan asas Contrarius Actus, yaitu pembatalan keputusan oleh pejabat Tata Usaha Negara (TUN).

"Masalahnya adalah kami tidak bisa langsung membatalkan SHGB ini. Kami tidak bisa menggunakan asas Contrarius Actus. Artinya, pejabat yang menerbitkan sertifikat tidak dapat mencabutnya begitu saja," ujar Nusron.

Ia menyebutkan bahwa jika SHGB masih berumur kurang dari lima tahun, Kementerian ATR/BPN bisa segera membatalkannya, namun SHGB tersebut sudah lebih dari lima tahun terbit.

Oleh karena itu, Nusron mengatakan bahwa pihaknya tengah berkonsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) untuk mencari tahu apakah Kementerian ATR/BPN bisa meminta pengadilan untuk membatalkan SHGB tersebut.

"Kami sedang berdiskusi dengan Mahkamah Agung mengenai proses pembatalan ini. Kami berharap pengadilan dapat memerintahkan Kementerian ATR/BPN untuk membatalkan sertifikat ini," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa jika upaya tersebut gagal, Kementerian ATR/BPN harus membuktikan bahwa seluruh SHGB yang berada di luar garis pantai dulunya adalah tanah yang telah hilang akibat abrasi.

Meski begitu, Nusron mengakui bahwa pihaknya belum dapat membuktikan apakah langkah pembatalan ini bisa diterapkan dalam kasus tersebut.

"Jika itu termasuk dalam kategori tanah yang musnah, kami harus membuktikan bahwa tanah yang kini terbit SHGB-nya dulunya memang ada di luar garis pantai. Namun, kami belum dapat membuktikan hal tersebut," kata Nusron.

Dia juga menyampaikan bahwa kawasan tersebut sebelumnya adalah daerah tambak, namun hilang akibat abrasi. Namun, mereka belum bisa membuktikan apakah abrasi memang terjadi di kawasan tersebut.

"Peta yang bisa menunjukkan kondisi ini harus diperoleh dari otoritas lain, dalam hal ini Badan Informasi Geospasial," tambah Nusron.

Baca juga: Nusron Wahid Ungkap Pembatalan Sertifikat Pagar Laut di Tangerang Bisa Bertambah

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel kegiatan pemagaran laut yang tidak memiliki izin di perairan Bekasi, Jawa Barat.

Direktur Jenderal PSDKP KKP, Pung Nugroho Saksono, pada Rabu, 15 Januari 2025, mengungkapkan bahwa penyegelan dilakukan karena pagar laut tersebut tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

Pung Nugroho menyatakan bahwa penyegelan dilakukan setelah pihak yang diduga melakukan pemagaran laut tidak mengindahkan surat peringatan yang diberikan oleh KKP pada 19 Desember 2024 untuk menghentikan sementara kegiatan tersebut.

"Kami sudah memberi peringatan pada 19 Desember 2024 untuk menghentikan kegiatan ini dan mengurus izin PKKPRL-nya. Namun, saat anggota kami memeriksa lokasi pada siang hari, pekerjaan ekskavator masih berjalan, sehingga kami memutuskan untuk menyegel area tersebut," kata Pung Nugroho saat meninjau pagar laut tersebut.

(Sumber: Antara)

x|close