Ntvnews.id, Bekasi - Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II melaksanakan eksekusi pengosongan lahan yang mencakup rumah tinggal, bengkel, warung makan, serta Cluster Setia Mekar Residence 2 di Tambun Selatan, Bekasi.
Eksekusi ini didasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Bekasi nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS yang diterbitkan pada 25 Maret 1997. Berikut fakta-faktanya:
Ekseskusi Dilakukan Kamis, 30 Januari 2025
Eksekusi berlangsung pada Kamis, 30 Januari 2025, dan menyebabkan kekecewaan mendalam bagi ratusan warga pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) yang menempati lahan tersebut.
Warga Akui Miliki Sertifikat Resmi dan Dibuktikan dengan Kepemilikan SHM
Salah satu warga, Asmawati, mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menyangka tanah yang ia tempati berstatus sengketa. Rumah yang telah ia huni sejak 1980 memiliki sertifikat resmi, dan ia telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga tahun 2024.
"Saya hidup dari nol di rumah ini. Sudah 30 tahun lebih. PBB semua sampai tahun 2024 sudah bayar semua. Semua dokumen lengkap bukan sembarangan," kata Asmawati, Mingg, 2 Januari 2025.
Asmawati meyakini bahwa tanah tersebut dibeli secara sah dan dapat dibuktikan dengan kepemilikan SHM.
Penghuni Klaster Merasa Terpukul
Sebagai seorang pensiunan bidan di Puskesmas Aren Jaya, ia merasa terpukul karena rumah dan tanah seluas 220 meter persegi yang ia bangun bersama almarhum suaminya harus hilang dalam sekejap.
Ia juga mengaku bingung karena selama ini tidak pernah mendapat panggilan atau pemberitahuan terkait adanya kejanggalan dalam sertifikat tanahnya oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Tidak pernah dipanggil ke Pengadilan Negeri sama kelurahan. Saya ke BPN tidak diblokir. Saya tidak dipanggil tahu-tahu eksekusi, punya surat lengkap," ungkapnya heran.
Penjelasan PN Cikarang
Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II menyatakan bahwa eksekusi pengosongan lahan di kawasan Perumahan Bekasi Timur Permai (BTP), Setiamekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, telah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Humas PN Cikarang Kelas II, Isnanda Nasution, menjelaskan bahwa eksekusi ini dilakukan berdasarkan delegasi dari Pengadilan Negeri Bekasi, sesuai dengan putusan awal nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997.
Baca Juga: Pramono: Catat Omongan Saya, Saya Tidak Akan Melakukan Penggusuran
"Proses persidangan awalnya PN Bekasi, karena sudah berpisah jadi yang melaksanakan di sini namanya eksekusi delegasi. Prosesnya sudah berkekuatan hukum di tingkat Mahkamah Agung, jadi ini hanya berupa pengosongan," ujarnya, Minggu, 2 Januari 2025.
Warga Ajukan Gugatan
Sementara itu, salah satu warga, Bari, mengungkapkan bahwa ia dan warga lainnya telah mengajukan gugatan keberatan di PN Cikarang karena merasa dirugikan, dan sidang terkait keberatan tersebut dijadwalkan berlangsung pada Senin, 10 Februari 2025.
“Kami membeli rumah ini dengan sertifikat yang sah. Kami juga sudah mengecek di BPN dan tidak ada masalah,” ujarnya, dikutip dari Tribun.
Namun, eksekusi pengosongan lahan tetap dilakukan meskipun proses sidang keberatan belum digelar.
Menurut laporan Metro, Humas Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Bekasi, Iskandar Nasution, menegaskan bahwa eksekusi delegasi ini dilakukan berdasarkan putusan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS, yang mengatur eksekusi lahan perumahan seluas 3,3 hektare.
“Berdasarkan putusan nomor 128 tahun 1996 PN Bekasi, jadi ini sifatnya eksekusi delegasi pengosongan, terkait sertifikat hak milik (SHM) nomor 325. Terkait pihak-pihaknya tadi sudah saya berikan amar putusan jadi supaya jangan salah nanti terkait lampiran,” jelas Iskandar kepada awak media.
Ia menambahkan bahwa sertifikat yang dimiliki warga telah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum, sehingga satu-satunya sertifikat yang sah adalah SHM nomor 325.
“Di amar putusan itu, jadi sertifikatnya itu sudah dinyatakan tidak berkekuatan hukum lagi, jadi sertifikat hak milik nomor 325 itu yang sah,” lanjutnya.
Kasus sengketa tanah ini menjadi bukti bahwa kepemilikan sertifikat tanah belum bisa sepenuhnya menjamin kepastian hukum tanpa risiko sengketa. Bahkan dengan sertifikat resmi, pemilik tanah tetap bisa kehilangan propertinya akibat keputusan hukum.
Setelah kasus ini viral di media sosial, banyak masyarakat mendesak agar kasus ini diusut secara tuntas, termasuk melakukan penyelidikan terhadap developer serta Hj. Mimi Jamilah, yang memenangkan perkara berdasarkan putusan PN Kabupaten Bekasi.