Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengumumkan bahwa PT TRPN, sebuah perusahaan swasta, menghadapi potensi sanksi terkait pemasangan pagar laut di wilayah perairan Bekasi, Jawa Barat.
"PT TRPN (sudah) memenuhi panggilan KKP, terancam sanksi atas dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang laut," ungkap Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin, saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu.
Menurut Doni, KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) masih terus melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran tersebut. Perwakilan PT TRPN telah menghadiri pemanggilan resmi pada 31 Januari 2025 untuk melakukan verifikasi terkait indikasi pelanggaran reklamasi serta kesesuaian pemanfaatan ruang laut.
Baca juga: Abraham Samad Laporkan Dugaan Korupsi Sertifikat Pagar Laut Tangerang ke KPK
Proses pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di antaranya PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, PP Nomor 85 Tahun 2021 mengenai Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di KKP, serta Permen KP No. 31/2021.
"Dalam pemeriksaan, PT TRPN mengakui adanya pelanggaran, termasuk pemanfaatan ruang laut tanpa izin yang sesuai, dengan total luas pelanggaran mencapai lebih dari 76 hektare," jelas Doni.
Selain berpotensi dikenai denda administratif, PT TRPN juga diwajibkan untuk memulihkan kondisi lingkungan yang terdampak, termasuk mencabut pagar bambu yang telah dipasang di area yang tidak memiliki izin resmi.
Sebagai tindak lanjut, PT TRPN diminta untuk menyerahkan hasil perhitungan nilai investasinya guna menjadi dasar penentuan besaran denda administratif. "Penyampaian hasil tersebut dijadwalkan pada 6 Februari 2025," tambah Doni.
KKP menegaskan bahwa sanksi administratif ini tidak berarti melegalkan aktivitas yang sudah terlanjur dilakukan tanpa izin resmi. "Pemeriksaan terhadap PT TRPN akan terus berlanjut hingga semua kewajiban pemulihan dan sanksi dipenuhi sesuai ketentuan," tegas Doni.
Permintaan Maaf dari PT TRPN
Sebelumnya, PT TRPN telah menyampaikan permintaan maaf terkait proyek reklamasi yang melibatkan pembangunan pagar laut di perairan Pal Jaya, Desa Segarajaya, Kabupaten Bekasi, yang diduga melanggar ketentuan peraturan.
"Perusahaan meminta maaf dan memohon maaf sebesar-besarnya kepada pemerintah pusat, kepada pemerintah provinsi, kepada siapa pun juga yang merasa tersakiti," ujar Deolipa Yumara, kuasa hukum PT TRPN, saat memberikan keterangan di lokasi reklamasi pada Kamis, 30 Januari 2025.
Deolipa menyampaikan bahwa proyek pembangunan reklamasi tersebut merupakan inisiatif PT TRPN setelah melakukan penataan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pal Jaya. Ia juga mengklaim bahwa pembangunan alur pelabuhan yang diawali dengan pemasangan pagar laut dilakukan atas dasar permintaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
"Ada inisiatif mungkin yang sifatnya dianggap menyalahi aturan. Memang kami melanggar, yaitu perusahaan atas permintaan Pemprov Jawa Barat yang meminta supaya dibikin alur laut," katanya.
Penyegelan oleh KKP
Sebagai respons atas pelanggaran tersebut, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP telah melakukan penyegelan terhadap pagar bambu di perairan Bekasi pada Rabu, 15 Januari 2025.
Direktur Jenderal PSDKP KKP, Pung Nugroho Saksono, menegaskan bahwa tindakan penyegelan ini dilakukan karena PT TRPN tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Langkah tegas ini diambil setelah PT TRPN tidak mengindahkan surat peringatan penghentian sementara yang telah dikirimkan KKP pada 19 Desember 2024. "Dulu kami sudah turun ke sini. Tanggal 19 Desember (2024) sudah kami peringatkan berhenti, urus dulu PKKPRL-nya. Karena itu menjadi konsen kami. Ternyata kemarin siang anggota kami ke sini itu ekskavator masih kerja. Makanya saya putuskan saya segel," jelas Pung Nugroho saat meninjau langsung lokasi pagar laut tersebut.
Pemeriksaan dan pengawasan terhadap PT TRPN akan terus dilakukan hingga seluruh kewajiban perusahaan dalam pemulihan lingkungan serta sanksi administratif dipenuhi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
(Sumber: Antara)