DPR Panggil Mendagri untuk Bahas Pengunduran Pelantikan Kepala Daerah

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 3 Feb 2025, 12:28
thumbnail-author
Akbar Mubarok
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha. Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha. ((Antara))

Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha, menyatakan bahwa hari ini pihaknya memanggil Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memberikan penjelasan terkait pengunduran jadwal pelantikan kepala daerah yang rencananya akan dilaksanakan pada 18-20 Februari mendatang.

Toha menjelaskan bahwa rencana pengunduran pelantikan kepala daerah tersebut dianggap melanggar aturan, karena Komisi II DPR RI tidak dilibatkan dalam penentuan jadwal pelantikan tersebut.

Baca Juga : Wamendagri Buka Peluang Soal Revisi Undang-undang Partai Politik

"DPR RI (Komisi II) tidak dilibatkan dalam pemunduran jadwal. Ini menyalahi aturan, bahwa semua terkait kepemiluan harus melibatkan DPR dan mitra kerja," kata Toha, Senin 3 Febuari 2025.

Dia menegaskan bahwa pengunduran jadwal pelantikan kepala daerah tidak sesuai dengan hasil keputusan rapat antara Komisi II, pemerintah, dan penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, pengunduran tersebut dianggap sebagai keputusan sepihak dari Kemendagri.

Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 22 Februari 2025 lalu, Komisi II DPR RI bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP menyepakati bahwa pelantikan 296 kepala daerah terpilih hasil Pilkada serentak 2024 yang tidak ada sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilaksanakan pada 6 Februari 2025 di Ibu Kota Negara oleh Presiden.

Baca Juga : Wamendagri: KPK Jadi Pemateri di Retret Kepala Daerah

Namun, Toha menambahkan, kesimpulan RDPU tersebut mengabaikan Putusan MK No.27/PUU-XXII/2024 yang menyatakan bahwa pelantikan kepala daerah secara serentak baru dapat dilakukan setelah MK menyelesaikan perselisihan hasil pilkada untuk perkara yang tidak diterima dan ditolak.

"Kecuali bagi daerah-daerah yang dalam sengketa di MK diputuskan pelaksanaan pemilihan ulang, atau pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang," ujarnya.

Sebelum RDPU digelar, pihaknya telah meminta agar RDPU mematuhi Putusan MK, meskipun Putusan MK terkait pemilu atau pilkada berada dalam kategori open legal policy, yang memungkinkan DPR untuk melakukan constitutional engineering selama tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Kesimpulan RDPU juga berupaya untuk membatalkan Perpres Nomor 80 Tahun 2024, yang memerintahkan pelantikan gubernur dan wakil gubernur hasil Pilkada serentak 2024 dilaksanakan secara serentak pada 7 Februari 2025. Sementara itu, pelantikan bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota akan dilakukan serentak pada 10 Februari 2025.

Baca Juga : Mendagri Berikan Beberapa Opsi Jadwal Pelantikan Kepala Daerah Terpilih

Ketentuan dasar pelantikan diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, antara lain: a) Pasal 163 (1), yang menyatakan bahwa gubernur dan wakil gubernur dilantik oleh Presiden di Ibu Kota Negara; b) Pasal 164 (1), yang menyatakan bahwa bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota dilantik serentak oleh gubernur di ibu kota provinsi masing-masing; c) Pasal 164B, yang menyatakan bahwa Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dapat melantik bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil wali kota secara serentak.

Terkait Pasal 164 (1) dan Pasal 164B, Toha berpendapat bahwa pelantikan gubernur, bupati, wali kota, dan wakilnya bisa dilakukan secara serentak oleh Presiden di Ibu Kota Negara, dengan alasan efisiensi anggaran negara dan efektivitas kinerja pusat dan daerah.

Namun, meskipun RDPU telah memutuskan bahwa pelantikan kepala daerah akan dilakukan secara bertahap dimulai pada 6 Februari untuk kepala daerah yang tidak bersengketa di MK, pihaknya tetap mengikuti keputusan tersebut. Akan tetapi, Kemendagri tiba-tiba berencana untuk mengundurkan jadwal pelantikan ke 18-20 Februari tanpa membahas perubahan tersebut dengan Komisi II.

Baca Juga : Polemik Poligami PNS DKI, Wamendagri Bima Arya Sebut Tak Ada Aturan Baru Kawin-Cerai ASN

"Itu jelas menyalahi aturan. Untuk itu, kami panggil Mendagri agar menjelaskan rencana pengunduran jadwal pelantikan," papar legislator asal Dapil Jawa Tengah V.

Toha menambahkan bahwa kabarnya, MK berencana untuk membacakan putusan dismissal untuk 310 sengketa hasil Pilkada Serentak 2024 pada 4 dan 5 Februari 2025.

Mantan Wakil Bupati Sukoharjo dua periode itu mengatakan bahwa perlu dipikirkan sejak awal bagaimana nasib daerah yang berdasarkan putusan MK harus melakukan PSU (Pemungutan Suara Ulang) atau Pilkada ulang, termasuk dua daerah yang akan menyelenggarakan pilkada ulang akibat kalah dengan kotak kosong.

Toha mengusulkan agar pelantikan dilakukan secara serentak pada tahap kedua. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya perubahan dalam UU Pilkada, agar pada Pilkada 2029 mendatang, daerah-daerah yang mengikuti pelantikan serentak tahap II dapat bergabung dalam pelaksanaan pilkada serentak tahap I.

"Usulan ini dimaksudkan agar tidak lagi mengacaukan Keserentakan Pilkada Nasional yang telah dirancang dalam 5 gelombang (2015, 2017, 2018, 2020, 2014)," pungkasnya.

(Sumber Antara)

x|close