Ntvnews.id, Bekasi - Pada Kamis, 30 Januari 2025, Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II melaksanakan eksekusi pengosongan lahan seluas 3,3 hektare yang terletak di Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2, Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Langkah hukum ini dilakukan meskipun beberapa penghuni di sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas properti mereka. Isnanda Nasution, Humas PN Cikarang, menjelaskan bahwa eksekusi ini didasarkan pada putusan delegasi yang berasal dari PN Bekasi.
Putusan ini tercatat dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS, tertanggal 25 Maret 1997. Meskipun penghuni telah memiliki SHM, Isnanda menegaskan bahwa status hukum sertifikat tersebut dianggap tidak kuat karena bertentangan dengan putusan delegasi yang sudah ada.
Salah seorang warga yang terekam dalam sebuah video di akun Instagram @abi.dzar_alghifary memberikan penjelasan terkait asal-usul permasalahan tersebut. Menurutnya, tanah yang kini menjadi lokasi perumahan tersebut awalnya dimiliki oleh seorang pemilik pertama.
View this post on Instagram
Tanah tersebut kemudian dijual kepada pihak kedua, yang setelah membelinya, menjualnya lagi kepada seorang developer. Developer ini akhirnya membangun cluster perumahan yang kini dihuni oleh banyak orang.
"Pemilik pertama punya tanah, dijuallah ke pihak kedua. Pihak kedua ini beli tanah. Habis dia beli tanah, dijuallah ke developer. Dibeli developer, dibangunlah cluster,” ungkap pria tersebut yang dilansir pada Senin, 3 Februari 2025.
Namun, masalah muncul ketika pemilik pertama yang memiliki tanah meninggal dunia. Setelah itu, menurut penjelasan warga, anak-anak dari pemilik pertama menuntut hak mereka atas tanah tersebut.
"(Setelah bapaknya meninggal) anaknya nuntut. Entah apa yang dituntut ya, mungkin si almarhum sama si pihak kedua ini ada perjanjian apa yang harus diselesaikan sama si pihak kedua," ungkapnya.
Penggusuran Cluster Setia Mekar Residence 2 Tambun Bekasi (Instagram)
Warga tersebut menduga bahwa tuntutan ini muncul karena ada hal-hal yang belum diselesaikan, seperti mungkin royalti atau bentuk pembayaran lainnya yang tidak diberikan oleh pihak kedua kepada pihak pertama sehingga timbul permasalahan.
"Dulunya sama-sama punya sertifikat katanya. Sudah sampai ke pengadilan, kalah orang-orang ini (pihak kedua). Menang pihak pertama. Akhirnya jatuhlah eksekusi," ujar warga tersebut.
Eksekusi yang dilakukan oleh PN Cikarang ini tentunya menjadi peristiwa yang cukup kontroversial mengingat status hukum dari sertifikat yang dimiliki penghuni perumahan tersebut, serta persoalan yang melibatkan tanah tersebut yang sudah berlangsung cukup lama.