Ntvnews.id, Jakarta - Sebanyak 10 ketua RT dan RW di RW 06 Perumahan CE Blok A, Cinere, Kota Depok, menghadapi gugatan hukum dari pengembang perumahan CGR dengan tuntutan sebesar Rp 40,8 miliar.
Gugatan ini muncul karena mereka menolak pembangunan jembatan yang menghubungkan Perumahan CGR di Pangkalan Jati dengan Perumahan CE Blok A. Heru Kasidi, perwakilan dari RW 06 Perumahan CE, menganggap langkah hukum yang diambil oleh pengembang tidak adil.
Menurutnya, para ketua RT dan RW hanya bertindak sebagai perwakilan warga dalam menyampaikan aspirasi mereka yang menolak pembangunan jembatan tersebut.
“Para tergugat ini Ketua RT dan Ketua RW tidak punya wewenang apa-apa untuk mewakili warga, dalam Perda itu kan disebutkan bahwa pengurus RT dan RW itu menyalurkan aspirasi warga,” kata Heru yang dilansir dari akun Instagram @depokbagus, Senin 3 Februari 2025.
View this post on Instagram
“Kalau menyalurkan aspirasi warga, penolakan warga yang 98 persen harus disampaikan,” sambungnya.
Heru juga mengungkapkan bahwa dalam putusan pertama di Pengadilan Negeri (PN) Depok, pengembang CGR mengalami kekalahan.
Namun, setelah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung, pengembang justru memenangkan kasus tersebut. Akibatnya, pengurus RT dan RW di RW 06 Cinere harus membayar ganti rugi sebesar Rp 40,8 miliar.
“Keputusan dari pengendalian tinggi itu kan warga, ini yang tergugat ya, itu harus memberikan jalan akses kepada perumahan dan membayar ganti rugi besar Rp40,8 miliar,” ujarnya.
Ketua RT dan RW Cinere Estate Depok (Instagram)
Lebih lanjut, Heru menegaskan bahwa pihaknya tidak berniat menghambat pembangunan perumahan CGR secara keseluruhan, melainkan hanya mempermasalahkan pembangunan jembatan yang masuk ke lingkungan mereka.
Ia juga menjelaskan bahwa pengembang CGR hanya memiliki 20 persen lahan di wilayah Blok A Perumahan CE, sementara 80 persen sisanya berada di Pangkalan Jati.
Namun, dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Bandung, pengembang berhasil memenangkan kasus ini. Saat ini, warga berencana mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dengan harapan mendapatkan keputusan yang lebih adil.
“Kita ajukan kasasi ke MA, harapan kita dapatkan keadilan dari MA bahwa tuntutan itu sebetulnya salah kepada pengurus lingkungan, harusnya kepada seluruh warga,” tutupnya.