Curhat Jaksa Agung: Capek-capek Kami Tuntut Hukuman Mati, Tapi Tak Dilaksanakan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Feb 2025, 13:09
thumbnail-author
Muhammad Hafiz
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin berbicara di Gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta, Rabu (5/2/2025). Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin berbicara di Gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta, Rabu (5/2/2025). (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengungkapkan kendala dalam penerapan hukuman mati di Indonesia. Dalam pernyataannya di Gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Rabu, ia menyebut bahwa saat ini terdapat sekitar 300 terpidana yang dijatuhi hukuman mati, mayoritas merupakan warga negara asing (WNA).

Burhanuddin menjelaskan bahwa sebagian besar WNA yang menjadi terpidana mati berasal dari Eropa, Amerika, dan Nigeria, dengan kasus yang didominasi oleh kejahatan narkotika. Dalam menangani perkara ini, Kejaksaan bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

Namun, eksekusi hukuman mati terhadap para terpidana menghadapi tantangan besar karena harus mempertimbangkan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain.

Baca juga: Presiden Prabowo Panggil Jaksa Agung dan Jajaran Jaksa Agung Muda Bahas Korupsi dan Perizinan Ilegal

"Kami pernah beberapa kali bicara, waktu itu menteri luar negerinya masih Ibu (Retno Marsudi, red.), ‘Kami masih berusaha untuk menjadi anggota ini, anggota ini. Tolong jangan dahulu. Nanti kami akan diserangnya nanti,'" ungkapnya.

Selain itu, pemerintah juga memperhitungkan posisi warga negara Indonesia (WNI) yang menghadapi hukuman di luar negeri.

"Jadi, memang saya bilang capek-capek kami sudah menuntut hukuman mati, tidak bisa dilaksanakan. Itu mungkin problematika kita," ujarnya.

Baru-baru ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan memulangkan terpidana mati kasus narkotika asal Prancis, Serge Areski Atlaoui. Pemindahan ini dilakukan berdasarkan kesepakatan bilateral antara Indonesia dan Prancis.

Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional Ahmad Usmarwi Kaffah menjelaskan bahwa pemulangan Serge dilakukan karena kondisi kesehatannya yang memerlukan perawatan di negaranya.

Ia menegaskan bahwa dalam kesepakatan ini, Pemerintah Prancis wajib mengakui putusan pengadilan Indonesia. "Dalam hal ini, Prancis mesti mengakui bahwa Serge, warga negaranya itu, merupakan narapidana yang dijatuhi hukuman mati," jelasnya.

Setelah dipindahkan, kewenangan pembinaan narapidana akan berada di tangan Pemerintah Prancis. Indonesia pun akan menghormati keputusan yang diambil oleh Prancis, termasuk kemungkinan pemberian grasi kepada Serge.

(Sumber: Antara)

x|close