Ntvnews.id, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menghadapi tantangan besar akibat kebijakan efisiensi anggaran. Pemangkasan dana yang dialami lembaga ini sangat signifikan, mencapai 50,35 persen atau setara dengan Rp 1,403 triliun.
Dari anggaran awal sebesar Rp 2,826 triliun, kini BMKG hanya menerima Rp 1,423 triliun sesuai dengan ketetapan dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
Untuk mengatasi kendala ini, BMKG mengajukan permohonan dispensasi anggaran kepada Presiden RI Prabowo Subianto guna memastikan kesiapan dalam menghadapi potensi bencana geo-hidrometeorologi yang tidak dapat diprediksi.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, menekankan bahwa pemangkasan ini sangat mempengaruhi belanja modal dan belanja barang. Selain itu, keterbatasan anggaran juga berdampak pada pemeliharaan berbagai peralatan yang tidak dapat dilakukan pada tahun 2025.
BMKG (Tangkapan Layar)
Menurut Muslihuddin, terdapat batas minimum anggaran yang harus dipenuhi demi menjamin keandalan layanan meteorologi, klimatologi, geofisika, serta program modifikasi cuaca. Layanan ini berperan penting dalam mendukung kebijakan nasional terkait kebencanaan dan ketahanan iklim.
Ia juga menjelaskan bahwa dengan pemotongan anggaran tahun 2025, banyak alat operasional utama (aloptama) yang terancam tidak berfungsi. Pemeliharaan alat mengalami pengurangan dana hingga 71 persen, yang menyebabkan terganggunya pengamatan serta deteksi perubahan cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami.
BMKG saat ini mengoperasikan hampir 600 sensor pemantauan gempa bumi dan tsunami yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun, sebagian besar dari peralatan tersebut sudah melewati batas usia kelayakan.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami menurun 70 persen,” kata Muslihuddin dikutip Antara, Senin, 10 Februari 2025.
Logo Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) (Instagram/@bmkg)
Selain itu, BMKG mengkhawatirkan bahwa pemotongan anggaran ini akan menghambat studi terkait dinamika iklim dan tektonik dalam jangka menengah dan panjang di Indonesia. Proses modernisasi alat-alat pendukung keselamatan transportasi udara dan laut pun turut terkena dampaknya.
Kondisi ini dapat mengganggu peran BMKG dalam mendukung ketahanan pangan, energi, serta pengelolaan sumber daya air. Bahkan, penyediaan peringatan dini tsunami di kawasan Samudra Hindia dan ASEAN juga berisiko terhambat.
Muslihuddin menegaskan bahwa upaya mitigasi bencana geo-hidrometeorologi di Indonesia tidak boleh diabaikan, karena berkaitan langsung dengan keselamatan masyarakat. Oleh sebab itu, BMKG mengajukan dispensasi anggaran untuk memastikan kelancaran operasionalnya.
“Oleh karena itu perlu adanya dukungan yang berfungsi secara maksimal dalam membangun masyarakat yang tahan bencana,” kata Muslihuddin.