Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah telah memangkas anggaran di berbagai kementerian dan lembaga untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Salah satu kementerian yang terdampak adalah Kementerian Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dengan pemotongan anggaran sekitar Rp8 triliun.
Pengamat pendidikan, Ubaid Matraji, menyoroti kebijakan ini dan mempertanyakan dampaknya. Ia menekankan bahwa masalah seperti sertifikasi guru, kesejahteraan tenaga pendidik, serta ketersediaan sekolah yang masih belum merata seharusnya menjadi prioritas utama.
"Mestinya anggaran ditambah," kata Ubaid dilansir dari BBC, Selasa, 11 Februari 2025.
Ilustrasi Anak Sekolah SD (Pixabay)
Menurut Ubaid, pemangkasan anggaran berisiko menghambat pembangunan infrastruktur yang berperan penting dalam daya tampung murid. Ia menjelaskan bahwa jumlah sekolah harus proporsional di setiap jenjang pendidikan agar tidak memutus angka pendidikan.
"Mestinya daya tampung SD sama dengan daya tampung SMP, baru anak-anak enggak putus sekolah. Kalau jumlah SMP-nya lagi sedikit daripada SD, berarti kan ada sebagian anak SMP yang enggak lanjut," tambahnya.
Sebuah laporan dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) yang diterbitkan pada 2023 mengungkap bahwa 32 kabupaten/kota masih mengalami kekurangan fasilitas SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTS), yang menyebabkan risiko anak putus sekolah.
Ilustrasi Anak Sekolah SD (Pixabay)
Di sisi lain, PSPK mencatat bahwa 273 kabupaten/kota telah memiliki daya tampung yang cukup untuk tingkat pendidikan menengah. Namun, sekitar 46% wilayah lainnya masih bergantung pada sekolah swasta untuk mencukupi kebutuhan daya tampung siswa.
"Kita kekurangan sekolah," kata Direktur Eksekutif PSPK, Nisa Felicia.
Nisa menekankan bahwa pemerintah seharusnya menjamin ketersediaan sekolah agar sesuai dengan program wajib belajar 13 tahun yang telah dicanangkan.
"Kalau wajib belajar itu 13 tahun, itu berarti dari level PAUD sampai SMA. Itu harusnya ditunjukkan dengan anggaran yang serius," kata Nisa.