Rusia Desak Semua Sanksi Sepihak Terhadap Suriah Dicabut

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Feb 2025, 12:44
thumbnail-author
Muhammad Hafiz
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Arsip foto - Bendera nasional Rusia terlihat di Kremlin, Moskow, Rusia. Arsip foto - Bendera nasional Rusia terlihat di Kremlin, Moskow, Rusia. (Antara)

Ntvnews.id, Moskow - Rusia mendesak pencabutan semua sanksi sepihak terhadap Suriah, dengan alasan bahwa sanksi tersebut tidak lagi relevan setelah pergantian kekuasaan di negara itu.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Mikhail Bogdanov, menyampaikan seruan tersebut dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia pada Selasa.

"Dalam situasi saat ini, kita perlu meninggalkan pendekatan politik konfrontatif terhadap krisis Suriah dan mengonsolidasikan upaya internasional untuk memberikan bantuan efektif kepada rakyat Suriah dan mendorong rekonstruksi negara pascakrisis," katanya.

Baca juga: Trump Diam-Diam Tunjuk Utusan untuk Fasilitasi Perundingan Rusia-Ukraina

Bogdanov menegaskan bahwa Rusia mendukung penghapusan semua sanksi sepihak terhadap Republik Arab Suriah, karena sanksi tersebut menghambat upaya rekonstruksi negara pascakrisis.

Dia juga menyebut keputusan beberapa negara yang baru-baru ini melonggarkan sanksi sebagai "langkah ke arah yang benar."

Menurutnya, setelah pergantian kekuasaan di Suriah, "kelanjutan tekanan sanksi terhadap Damaskus sudah tidak masuk akal."

Selain itu, ia berpendapat bahwa pembatasan ekonomi terhadap Suriah tidak memiliki dasar hukum internasional dan tidak disetujui oleh Dewan Keamanan PBB, sehingga bertentangan dengan Piagam PBB.

Bogdanov menegaskan bahwa Rusia telah menentang sanksi terhadap Suriah selama bertahun-tahun.

"Sayangnya, karena ambisi geopolitik mereka, pemerintah Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, dan sejumlah sekutu mereka telah menerapkan banyak sanksi yang ‘mencekik’ terhadap Suriah, yang sebagian besar telah memicu krisis sosial dan ekonomi yang menghancurkan negara ini dan sekarang sangat menghambat pemulihan penuh negara tersebut," papar Bogdanov.

Sebelumnya, oposisi bersenjata Suriah merebut Damaskus pada 8 Desember 2024. Presiden Bashar Assad mengundurkan diri dan melarikan diri ke Rusia, yang kemudian memberinya suaka.

Mohammed al-Bashir, pemimpin pemerintahan yang berbasis di Idlib yang dibentuk oleh Hayat Tahrir al-Sham dan kelompok oposisi lainnya, ditunjuk sebagai perdana menteri sementara.

Ia kemudian mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara yang akan berlaku hingga Maret 2025.

Pada Januari lalu, Ahmed Sharaa dilantik sebagai presiden transisi Suriah.

(Sumber: Antara)

x|close