Ntvnews.id, Jakarta - Ratusan massa dari berbagai kelompok masyarakat berkumpul di halaman makam Sultan Ageng Tirtayasa, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, pada Minggu, 9 Februari 2025. Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap masuknya Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2 ke wilayah Kabupaten Serang, yang dianggap merugikan masyarakat setempat.
Ahmad Muhajir, salah satu orator dalam aksi ini, menegaskan bahwa perjuangan mereka bukanlah melawan pembangunan, tetapi melawan ketidakadilan dalam prosesnya. Ia mengingatkan kembali sejarah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa dalam mempertahankan tanah Banten dari penjajah.
Baca Juga: Mahasiswa Banten Demo Tolak PIK 2 Jadi PSN di Gedung Bupati Tangerang, Berakhir Ricuh
“Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu tokoh ulama yang memperjuangkan tanah Banten dari penjajah,” ujarnya dikutip dari Pandenglangnews, Rabu, 12 Februari 2025.
Muhajir juga menyoroti berbagai polemik yang tengah terjadi, khususnya terkait pembangunan pagar laut dan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Kabupaten Tangerang. Menurutnya, pembangunan seharusnya membawa manfaat bagi rakyat, bukan malah merampas tanah mereka.
“Mereka ini adalah Cina Ireng dan mereka adalah pengkhianat bangsa yang menyerahkan tanah warga Pontang, Tirtayasa, dan Tanara kepada korporasi yang hari ini menjadi masalah. Negara pun tidak berani menangkap Aguan dan Antoni Salim, yang jelas-jelas telah melakukan pelanggaran,” tegasnya.
Sementara itu, Kholid Miqdar, seorang nelayan asal Kabupaten Serang, menegaskan bahwa masyarakat tidak menolak pembangunan selama prosesnya dilakukan dengan adil dan berpihak kepada rakyat.
Namun, jika pembangunan dilakukan dengan cara-cara yang merugikan masyarakat, maka perlawanan adalah satu-satunya pilihan.
Ahmad Muhajir, yang juga menjabat sebagai Ketua Koalisi Rakyat Banten Utara Melawan (KARBALA), dalam orasinya kembali menegaskan pentingnya mempertahankan tanah Banten sebagaimana yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa di masa lalu. Sebelum menyampaikan tuntutan mereka, massa menggelar doa bersama sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur mereka.
Kholid menegaskan bahwa dirinya tidak iri terhadap para pengusaha yang memiliki kekayaan berlimpah, namun ia akan marah jika kekayaan tersebut didapat dari hasil penindasan terhadap rakyat kecil.
"Saya tidak cemburu dengan mereka yang punya Rubicon 7, Saya juga tidak cemburu dengan mereka yang rumahnya tingkat 7, dan saya juga tidak mengirim kepada mereka yang duitnya berton-ton. Saya akan marah ketika proses pendapatannya itu adalah hasil garong (mencuri), saya akan marah kalau proses pembangunannya itu adalah menjajah tanah leluhur kami," tuturnya.
Tak hanya itu, Kholid dengan tegas menyatakan bahwa jika pembangunan yang merugikan rakyat tetap dipaksakan, maka perlawanan akan menjadi pilihan terakhir mereka.
"Maka saya katakan hari ini mudah-mudahan Aulia Sultan Ageng Tirtayasa menyaksikan ucapan saya ini, maka detik ini kami akan menyatakan perang," tegasnya.