Ntvnews.id, Jakarta - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengungkapkan bahwa beberapa instansi pemerintah salah dalam menafsirkan instruksi efisiensi anggaran yang diberikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 mengenai Efisiensi Belanja APBN dan APBD 2025.
Meskipun demikian, Hasan tidak secara spesifik menyebutkan kementerian atau lembaga mana saja yang dianggap keliru dalam memahami kebijakan efisiensi tersebut.
"Beberapa institusi ada salah menafsirkan Inpres. Mereka tidak mengorbankan belanja lemak, tetapi mengorbankan layanan dasar. Itu salah tafsir," kata Hasan Nasbi di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.
Ia menjelaskan bahwa istilah "belanja lemak" merujuk pada pengeluaran yang tidak esensial dan cenderung bersifat pemborosan. Beberapa contoh belanja ini termasuk pengadaan alat tulis kantor (ATK), penyelenggaraan acara seremonial, kajian dan analisis, serta perjalanan dinas.
Baca Juga: Komisi XIII DPR Setujui Efisiensi Anggaran di 10 Kementerian/Lembaga
"Clear (jelas, red.) pesan Presiden bahwa yang diefisiensikan yang tidak punya impact (dampak, red.) yang besar terhadap masyarakat," kata Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO).
Pada kesempatan yang sama, Hasan menegaskan bahwa Presiden Prabowo secara cermat merancang kebijakan efisiensi ini, bahkan melakukan pemeriksaan langsung terhadap satuan belanja dalam APBN.
"Istilahnya itu God is in the details, dari memperhatikan hal-hal kecil dapat dihasilkan sesuatu yang besar. Presiden memeriksa secara detail satuan-satuan belanja dalam APBN bahkan sambil bercanda bilang beliau memeriksanya sampai satuan kesembilan. Jadi, sangat detail dan kemudian ditemukan lemak-lemak dalam APBN kita," kata Hasan Nasbi.
Menurut Hasan, kebijakan efisiensi anggaran ini bertujuan untuk kepentingan bersama, sebab dana yang dihemat dapat digunakan untuk membiayai program pemerintah yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Menteri BUMN Usul Batas Minimal Efisiensi Anggaran Rp215 Miliar
Sebagai ilustrasi, Hasan menggambarkan kebijakan ini dengan perumpamaan seseorang yang menyisihkan satu genggam beras dari tiga genggam yang dimilikinya setiap hari. Ia menjelaskan bahwa tindakan ini tidak akan mengurangi kebutuhan makan sehari-hari, justru dapat mencegah pemborosan, seperti memasak beras secara berlebihan hingga akhirnya terbuang percuma.
Seiring waktu, beras yang disisihkan tersebut akan terkumpul dalam jumlah banyak, sehingga dapat dibagikan kepada orang-orang di sekitarnya yang membutuhkan.
"Segenggam beras dimasukkan ke gentong selama 10 hari. Itu bisa buat memberi makan tetangga yang tidak bisa makan, atau bisa kita makan ketika beras kita betul-betul habis," sambung Hasan.
Ia kemudian menegaskan bahwa efisiensi merupakan pilihan yang harus diambil di tengah situasi saat ini, yakni antara terus menghabiskan anggaran tanpa perhitungan atau mengalokasikannya untuk program yang lebih bermanfaat. Oleh karena itu, berbagai kegiatan yang selama ini manfaatnya tidak terukur bagi masyarakat dikurangi atau dihapus, dan anggaran yang ada dialihkan untuk mendukung kegiatan yang lebih produktif.
"Seperti yang sering diingatkan oleh Presiden bahwa setiap rupiah yang rakyat harus dipakai, digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat," ujar Hasan Nasbi.