Profil Muhsin Hendricks, Imam Gay Pertama di Dunia yang Ditembak Mati di Afsel

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Feb 2025, 00:10
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Muhsin Hendricks, Imam gay pertama di dunia. Muhsin Hendricks, Imam gay pertama di dunia. (AFP)

Ntvnews.id, Cape Town - Komunitas LGBTQ+ di berbagai penjuru dunia tengah berduka. Muhsin Hendricks, tokoh pelopor yang dikenal sebagai imam gay pertama di dunia, tewas ditembak di Afrika Selatan.

Ia dibunuh pada Sabtu pagi, 15 Februari 2025 lalu setelah kendaraan yang ditumpanginya disergap di dekat kota Gqeberha.

Yayasan Al-Ghurbaah milik Hendricks, yang mengelola masjid Masjidul Ghurbaah di Wynberg, Cape Town, mengonfirmasi bahwa ia tewas dalam serangan tersebut. Namun, Abdulmugheeth Petersen, ketua dewan yayasan, mengimbau agar para pengikutnya bersabar dan menekankan pentingnya melindungi keluarga Hendricks.

“Dua tersangka tak dikenal dengan wajah tertutup keluar dari kendaraan dan mulai melepaskan beberapa tembakan ke kendaraan itu,” ungkap polisi dalam sebuah pernyataan.

Hendricks diduga terbunuh setelah memimpin sebuah upacara pernikahan lesbian, meskipun hal ini belum dikonfirmasi secara resmi.

Lantas, siapa Hendricks? Berikut profilnya.

Profil Muhsin Hendricks

Berusia 57 tahun, Muhsin Hendricks diketahui mengelola sebuah masjid di Cape Town yang berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi kaum gay dan Muslim yang terpinggirkan. Demikian dilansir dari BBC, Senin, 17 Februari 2025.

Hendricks dikenal karena karyanya yang menantang interpretasi tradisional Islam dan memperjuangkan iman yang penuh kasih dan inklusif. Konstitusi pasca-apartheid Afrika Selatan menjadi yang pertama di dunia yang melindungi individu dari diskriminasi berdasarkan orientasi seksual.

Pada tahun 2006, Afrika Selatan menjadi negara pertama di Afrika yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Meski demikian, komunitas LGBT masih menghadapi diskriminasi dan kekerasan, dan negara ini memiliki salah satu tingkat pembunuhan tertinggi di dunia.

Pada tahun 1996, Hendricks menyatakan diri sebagai gay, sebuah langkah yang mengejutkan komunitas Muslim di Cape Town dan daerah lainnya.

Di tahun yang sama, ia mendirikan The Inner Circle, sebuah organisasi yang menyediakan dukungan dan ruang aman bagi Muslim queer yang berusaha mengharmoniskan iman dan seksualitas mereka. Ia kemudian mendirikan masjid inklusif Masjidul Ghurbaah.

Dalam film dokumenter 2022 berjudul The Radical, Hendricks menyatakan ancaman yang dihadapinya.

"Kebutuhan untuk menjadi autentik lebih besar daripada rasa takut untuk mati," ujarnya.

Ia juga sering berbicara mengenai pentingnya dialog antaragama dan pentingnya menangani masalah kesehatan mental serta trauma yang dialami individu LGBTQ+ dalam komunitas agama.

Hendricks mengungkapkan pada Konferensi Dunia Ilga di Cape Town tahun lalu, "Penting bagi kita untuk berhenti memandang agama sebagai musuh."

Pendeta Jide Macaulay, seorang pendeta Anglikan yang terbuka tentang orientasi seksualnya sebagai gay, menyebut kematian Hendricks sebagai peristiwa yang "sangat memilukan."

Aktivis hak LGBTQ+ Inggris-Nigeria yang menjalankan House of Rainbow ini memberikan penghormatan kepada Hendricks atas keberanian dan kepemimpinannya dalam menciptakan komunitas agama yang inklusif.

"Kepemimpinan, keberanian, dan dedikasi Anda yang tak tergoyahkan terhadap komunitas agama yang inklusif telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan," ujarnya.

Kematian Hendricks mengguncang komunitas LGBTQ+ dan sekitarnya, memicu gelombang belasungkawa dari berbagai penjuru dunia. Julia Ehrt, direktur eksekutif International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (Ilga), menyerukan penyelidikan menyeluruh terhadap kejadian ini dan menyebutnya sebagai "kejahatan kebencian."

Ia menyatakan, “Ia mendukung dan membimbing banyak orang di Afrika Selatan dan di seluruh dunia dalam perjalanan mereka untuk berdamai dengan iman mereka, dan hidupnya telah menjadi bukti penyembuhan yang dapat diberikan oleh solidaritas lintas komunitas dalam kehidupan setiap orang.”

 

x|close